Addis Ababa (ANTARA) - Kenaikan tarif baru yang diberlakukan Amerika Serikat (AS) terhadap kendaraan listrik (electric vehicles/EV) buatan China akan memiliki dampak yang luas terhadap agenda iklim global, demikian dikatakan seorang pakar Ethiopia.

Langkah terbaru dari pemerintah AS yang menargetkan produk-produk energi bersih China itu "lebih merupakan tindakan politis" di tengah meningkatnya daya saing industri energi baru China, kata Costantinos Bt. Costantinos, seorang profesor kebijakan publik di Universitas Addis Ababa di Ethiopia, kepada Xinhua.

"Ini (langkah yang dilakukan AS) akan sangat merugikan agenda iklim," ujar Costantinos.

Memperhatikan krisis iklim global saat ini dan kebutuhan krusial untuk mendorong kerja sama dalam memerangi perubahan iklim, Costantinos mengatakan bahwa sikap proteksionis AS itu berpotensi menggagalkan langkah positif yang dicapai baru-baru ini dalam konsensus global menuju transisi energi ramah lingkungan.

Memuji kemajuan China baru-baru ini dalam sumber energi bersih, Costantinos menggarisbawahi implikasi positif dari inovasi dan kemajuan teknologi China terhadap dorongan global menuju dekarbonisasi.

"Ini (kemajuan China) akan menjadi terobosan dalam hal perubahan iklim," katanya.

Sementara itu, sang pakar menekankan bahwa keunggulan industri China dalam produksi EV memungkinkan untuk menghadirkan EV dengan harga yang terjangkau secara global.

"Saya berkesempatan untuk menyaksikan secara langsung kendaraan listrik buatan China di Addis Ababa. Saya telah melihat BYD dan merek lainnya... mobil yang sangat elegan dan berfungsi dengan baik," ujarnya.

Namun, segala sesuatu yang berhubungan dengan China saat ini dipandang oleh AS sebagai persaingan, kata Costantinos, seraya menambahkan bahwa perspektif AS lebih dipengaruhi oleh motif politik daripada kekhawatiran akan kesejahteraan konsumen AS.

Kenaikan tarif baru AS terhadap barang-barang energi bersih asal China akan berimplikasi negatif terhadap AS sendiri, kata sang cendekiawan, seraya mendesak AS untuk mempertimbangkan kembali langkahnya.

"Bahkan sejumlah wadah pemikir AS pun telah menyuarakan bahwa proteksi ini tidak akan membantu AS dalam cara apa pun," katanya.
 

Pewarta: Xinhua
Editor: Junaydi Suswanto
COPYRIGHT © ANTARA 2024