Denpasar (ANTARA) - Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali mengoptimalkan pengawasan pada penyelenggara Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank (KUPVA BB) untuk memperkuat program Anti Pencucian Uang-Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU-PPT).

Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali Erwin Soeriadimadja di Denpasar, Senin, mengatakan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme (TPPT) menjadi ancaman serius bagi ekonomi dan keamanan nasional.

"Risiko ini juga berpotensi terjadi pada penyelenggara KUPVA BB. Oleh karena itu, kami melakukan beberapa langkah strategis untuk memperkuat penegakan program APU-PPT di Provinsi Bali," ujarnya.

Diantaranya kerjasama dengan pemerintah daerah, otoritas terkait, dan aparat penegak hukum terus dilakukan untuk menjaga kepercayaan publik terhadap ekosistem keuangan yang lebih aman dan transparan baik bagi penyelenggara KUPVA BB maupun konsumen.

"Beberapa strategi yang dilakukan antara lain melalui kegiatan sosialisasi dan edukasi yang berkelanjutan, optimalisasi pengawasan KUPVA BB, serta melalui pertukaran data dan informasi untuk memantau transaksi yang mencurigakan," ucap Erwin.

Erwin menambahkan berbagai upaya tersebut membuahkan hasil yakni hasil penilaian TPPU berdasarkan area geografis/provinsi pada SRA (Sectoral Risk Assessment) Bank Indonesia tahun 2021, Provinsi Bali tergolong sebagai wilayah berisiko rendah.

Menurut dia, penegakan hukum terhadap TPPU dan TPPT tetap menjadi perhatian karena potensi terjadinya tindak pidana tersebut akan selalu terbuka ke depannya.

"Peran industri sangat penting karena memiliki pemahaman yang mendalam tentang kegiatan operasional termasuk dalam mendeteksi pola-pola transaksi yang mencurigakan dengan lebih efektif," ujarnya.

Beberapa penguatan terhadap pemenuhan APU-PPT di Provinsi Bali membutuhkan peran aktif penyelenggara jasa keuangan termasuk pelaku KUPVA BB.

"Penyelenggara KUPVA BB di Provinsi Bali secara umum telah menunjukkan komitmennya untuk terus mendorong penerapan APU-PPT seperti misalnya pembuatan SOP internal perusahaan dan keikutsertaan dalam sosialisasi atau kegiatan yang terkait dengan program APU dan PP," kata Erwin.

Namun demikian hal ini masih perlu didorong terus ke depannya mempertimbangkan semakin berkembangnya teknologi, kompleksnya ketentuan dan semakin beragamnya nasabah dan konsumen yang dihadapi oleh penyelenggara.

Selanjutnya, kata Erwin, pelaksanaan CDD (Customer Due Diligence) dan EDD (Enhanced Due Diligence). Hal ini mencakup proses permintaan data nasabah baik yang sederhana sampai dengan pendalaman informasinya.

"Kedua hal ini penting bagi penyelenggara guna mengidentifikasi nasabah/konsumen dan selanjutnya mengidentifikasi kewajaran transaksi nasabah. Konektivitas data dengan Dukcapil juga perlu didorong lebih lanjut untuk mengoptimalkan pelaksanaan CDD dan EDD oleh penyelenggara," ujarnya.

Erwin menambahkan untuk memperkuat APU-PPT ini Bank Indonesia mendorong pelaksanaan transformasi digital dalam proses pengawasan seperti di antaranya pemanfaatan regulatory technology (regtech) dan supervisory technology (suptech) yang mengaplikasikan big data, aritificial intelligence dan machine learning untuk kegiatan pengawasan.

Di sisi lain, penyelenggara juga harus menunjukkan komitmennya melalui sikap aktif, terbuka dan kooperatif untuk menjalin berkomunikasi dan kerja sama demi menjalankan program APU=PPT yang sesuai dengan ketentuan.

"Kami terus mengevaluasi dan memantau pelaksanaan program APU-PPT oleh KUPVA BB di Provinsi Bali. Harapannya ke depan industri KUPVA BB Bali dapat tumbuh menjadi industri yang sehat, aman dan kompetitif," katanya.

Baca juga: Presiden Jokowi teken Keppres Keanggotaan Indonesia di FATF
Baca juga: Mahfud nilai keanggotaan FATF pencapaian penting pemberantasan korupsi
Baca juga: Uni Eropa dukung aturan antipencucian uang kripto
Baca juga: PPATK luncurkan aplikasi pelaporan antipencucian uang goAML

 

Pewarta: Ni Luh Rhismawati
Editor: Biqwanto Situmorang
COPYRIGHT © ANTARA 2024