Jakarta (ANTARA) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan peta jalan atau Roadmap Pengembangan dan Penguatan Industri Bank Perekonomian Rakyat (BPR) dan BPR Syariah (BPRS) atau RP2B 2024-2027 untuk memperkuat dan mengembangkan BPR/S sekaligus menjawab tantangan industri BPR/S di masa depan.

"Harapan kami agar roadmap ini dapat menjadi arah jalan untuk menghadapi berbagai tantangan dan peluang dalam mewujudkan industri BPR dan BPRS menjadi bank yang berintegritas, tangguh dan kontributif dalam memberikan akses keuangan kepada usaha mikro, kecil, dan masyarakat di wilayahnya," kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae di Jakarta, Senin.

Dokumen tersebut mencakup empat pilar utama antara lain memperkuat struktur dan daya saing, mengakselerasi digitalisasi, memperkuat peran dan kontribusi BPR/S, serta memperkuat aspek pengaturan, perizinan dan pengawasan.

Dian mengatakan, arah kebijakan OJK dalam RP2B ini akan berfokus pada tiga aspek yaitu penguatan permodalan, akselerasi konsolidasi, dan penguatan tata kelola.

Permodalan yang kuat, jelas Dian, akan mendorong tersedianya infrastruktur yang memadai, penguatan kelembagaan, peningkatan kapasitas penyaluran kredit atau pembiayaan, serta mendukung inovasi produk dan layanan.

OJK mendorong penguatan permodalan baik bagi BPR/S existing melalui kewajiban pemenuhan modal inti minimum sebesar Rp6 miliar, maupun pendirian BPR baru melalui persyaratan modal disetor minimal Rp 25 miliar.

"OJK juga senantiasa melakukan pemantauan, pendampingan, dan berbagi upaya pendekatan dari sisi pengawasan dalam rangka memastikan implementasi kebijakan penguatan permodalan BPR dan BPRS berjalan dengan baik," kata Dian.

Penguatan permodalan tersebut juga telah mendorong berjalannya proses konsolidasi industri BPR dan BPRS. Sejak tahun 2022, kata Dian, OJK telah melakukan proses penggabungan dan peleburan atas 83 BPR/S. Menurutnya, konsolidasi sangat dibutuhkan dalam rangka memperkuat industri serta meningkatkan kapasitas dan efisiensi operasional BPR/S.

Mengingat pentingnya peran tata kelola dan manajemen risiko untuk mendukung pengembangan BPR/S, OJK juga terus mendorong peningkatan implementasi tata kelola yang baik dan manajemen risiko bagi industri BPR dan BPRS.

Peningkatan tersebut akan tercermin melalui penyempurnaan ketentuan serta peningkatan kualitas dan kuantitas pengurus serta sumber daya manusia (SDM) industri BPR dan BPRS melalui berbagai rangkaian kegiatan capacity building.

Dari sisi penguatan ketentuan, dalam beberapa waktu ke depan, OJK akan menerbitkan POJK mengenai tata kelola BPR/S yang akan menyempurnakan pilar penerapan tata kelola BPR/S melalui penambahan pilar aspek pemegang saham serta penguatan pilar existing yang menyempurnakan pengaturan lainnya untuk mendukung pengaturan yang bersifat principle based.

Kemudian, lanjut Dian, RP2B juga mendukung akselerasi digitalisasi bagi BPR/S sesuai kebutuhan dan skala usaha masing-masing. Pada pilar digitalisasi atau pilar kedua ini, OJK mendorong agar BPR/S dapat menyelenggarakan teknologi informasi untuk meningkatkan daya saing BPR/S, baik dilakukan secara mandiri maupun berkolaborasi dengan lembaga lainnya.

Dalam pilar ketiga, BPR/S diharapkan berperan dalam penyaluran pembiayaan kepada usaha mikro dan kecil, termasuk berpartisipasi dalam penyaluran kredit program pemerintah pusat atau daerah maupun program tim percepatan akses keuangan daerah (TPAKD). Selain itu, OJK juga senantiasa mendorong peran BPR/S untuk mendukung literasi dan inklusi keuangan terutama bagi masyarakat di sekitarnya.

"Untuk mendukung implementasi ketiga pilar RP2B tersebut, OJK senantiasa berkomitmen dalam penguatan industri BPR/S melalui kewenangan OJK terkait dengan pengaturan, perizinan, dan pengawasan melalui pilar keempat yaitu penguatan, pengaturan, perizinan, pengawasan yang dilakukan oleh OJK," kata Dian.

Untuk mewujudkan keempat pilar, Dian menambahkan bahwa diperlukan adanya enabler pendukung, aspek kepemimpinan dan manajemen perubahan yang baik, serta kuantitas dan kualitas SDM yang memadai merupakan hal krusial yang dibutuhkan untuk membangun institusi BPR/S.

Pada kesempatan yang sama, OJK memberikan apresiasi kepada 9 BPR/S yang terbagi dalam tiga kategori yaitu BPR/S dengan penguatan struktur dan daya saing, BPR/S yang mendukung akselerasi digitalisasi, serta BPR/S dengan kontribusi kepada usaha mikro kecil dan masyarakat di wilayahnya.

OJK juga mengadakan penandatanganan komitmen bersama industri bank umum dan asosiasi BPR/S dalam rangka pengembangan capacity building bagi SDM BPR/S. Para pihak yang terlibat dalam komitmen tersebut antara lain BTN, BRI, BNI, Bank Mandiri, BCA, dan BSI, serta Perhimpunan BPR Indonesia (Perbarindo), Perhimpunan BPR/S Milik Pemerintah Daerah Se-Indonesia (Perbamida), dan Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo).

Dalam rangka menguatkan BPR/S, selain menerbitkan RP2B, sebelumnya OJK juga telah menerbitkan POJK No. 7 Tahun 2024. POJK tersebut ditujukan untuk terus mendorong agar BPR/S dapat bertumbuh dan berkembang menjadi lembaga keuangan yang berintegritas, adaptif, dan berdaya saing serta diharapkan mampu berkontribusi dalam menyediakan layanan keuangan kepada masyarakat terutama pelaku usaha mikro dan kecil di wilayahnya.

Baca juga: OJK terbitkan peraturan perkuat kelembagaan BPR/BPR Syariah
Baca juga: OJK: BPR/S punya ketahanan permodalan yang mampu serap risiko
Baca juga: OJK: Sebanyak 43 BPR/S telah lakukan konsolidasi hingga Maret 2024
Baca juga: Ketua DK OJK: Ada 1.213 BPR telah penuhi modal inti minimum Rp6 miliar

Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Ahmad Buchori
COPYRIGHT © ANTARA 2024