Jakarta (ANTARA) - Suku Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Sudin Parekraf) Jakarta Barat meminta warga atau pengusaha untuk melakukan mitigasi lingkungan setempat sebelum membuka kegiatan usaha.

Hal tersebut disampaikan menyusul penutupan sebuah kafe di wilayah Kebon Jeruk, Jakarta Barat, oleh penyewa tempat lantaran, meski memiliki izin, kafe tersebut menjual minuman keras dan ditolak oleh warga sekitar.

"Saya sarankan, sebelum menyelenggarakan usaha, mereka (pengusaha) memetakan dulu, deteksi dini dulu, mitigasi dulu. Kira-kira kalau usaha ini, ada penolakan atau enggak dari warga, bahaya atau enggak ke depannya," kata Kepala Seksi Industri Pariwisata Sudin Parekraf Jakarta Barat Sanyoto saat dihubungi di Jakarta, Senin.

Menurut Sanyoto, mitigasi tersebut bertujuan untuk mengetahui kondisi lingkungan dan warga sekitar, terutama jika usaha yang akan selenggarakan berisi penjualan alkohol dan pemutaran musik.

Ia menambahkan, pengusaha juga perlu meminta izin kepada lingkungan sekitar sebelum membuka usaha. Terlebih jika jenis usaha yang dibuka berseberangan dengan nilai-nilai yang dianut warga sekitar.

"Untuk pengusaha, pertama harus tadi sowan dulu kepada lingkungan. Pastikan permisi dulu, assalamu'alaikumlah, sowan, izin, terhadap kegiatan usaha yang tadi, terutama kalau yang kiranya menimbulkan kerawanan seperti minuman beralkohol, musik hidup, DJ, seperti itu," lanjutnya.

Selain itu, Sanyoto juga meminta pihak yang hendak membuka usaha memperhatikan zonasi lahan calon usaha yang didirikan.

Baca juga: Restoran di Jakbar bisa beroperasi hingga pukul 02.00 WIB

"Terutama di permukiman padat penduduk, dekat tempat ibadah, dekat sekolah, dekat pelanggan pendidikan, dekat rumah sakit. Itu harus lebih ekstra waspada dan hati-hati untuk para pengusaha yang akan menyelenggarakan kegiatan-kegiatan usahanya," tuturnya.

Lebih lanjut, Sanyoto menjelaskan penyebab ditutupnya sebuah kafe bernama "foodlah" yang diprotes warga lantaran menjual minuman keras dan memutar musik lebih dari pukul 02.00 WIB dini hari. Kafe tersebut juga telah ditutup oleh penyewa tempat lantaran memang telah selesai masa kontrak pada Mei 2024. 

"Ya, intinya itu bangunan punya Pak Haji Asmat. Jadi kontraknya menurut Pak Haji Asmat sudah selesai di bulan Mei ini. Yang kedua ada penolakan warga terhadap penjualan minuman beralkohol dan musiknya sampai melebihi jam operasional, dari jam 2, itu. Iya, harusnya sampai jam 2," kata Sanyoto.

Kendati usaha tersebut telah berizin, Sanyoto menegaskan pengusaha wajib menaati peraturan yang berlaku, dalam hal ini Pergub DKI Jakarta Nomor 18 Tahun 2018 pasal 38.

"Nah itu di Pergub 18 tahun 2018 pasal 38 ayat 1, setiap orang punya haknya untuk punya usaha. Tapi di pasal 38 ayat 2, usaha itu tidak boleh melanggar norma agama, norma sosial dan norma kehidupan yang ada di dalam masyarakat, makanya perlu mitigasi," ungkap Sanyoto.

Adapun saat ini, tempat tersebut telah ditutup oleh penyewa tempat yang bernama Haji Asmat yang disebut tidak ingin lagi menyewakan tempat untuk usaha serupa. 

Baca juga: Pemkot Jakbar imbau pengusaha industri pariwisata tidak terlibat TPPO

Pewarta: Redemptus Elyonai Risky Syukur
Editor: Ade irma Junida
COPYRIGHT © ANTARA 2024