Jakarta (ANTARA) - Sastrawan yang juga Tim Kurator Sastra Masuk Kurikulum Okky Madasari menyampaikan kurasi buku sastra yang digunakan sebagai bahan ajar dalam kurikulum menyesuaikan jenjang.

"Kurasi buku dibagi dalam tiga jenjang (SD, SMP, SMA) untuk menyesuaikan dengan tingkat kemampuan dan tujuan pembelajaran," kata Okky saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa.

Okky menjelaskan proses kurasi buku sudah dimulai sejak pertengahan tahun 2023, melibatkan 17 kurator yang terdiri dari sastrawan, akademisi, dan guru-guru sekolah.

"Proses kurasi dimulai dengan membuat kriteria pemilihan yang mengikuti tujuan pembelajaran dalam Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) dan Kurikulum Merdeka Belajar. Misalnya, dalam P5 ada tujuan membangun kejujuran, mengenalkan keberagaman, atau menanamkan inovasi, maka kita cari karya sastra yang sesuai untuk digunakan," ujarnya. 

Baca juga: Satrawan Muda Harus Dikenalkan Dalam Kurikulum

Pemenang Kusala Sastra Khatulistiwa tahun 2012 kategori fiksi itu menegaskan tujuan kurasi buku sastra yang masuk kurikulum bukan sekadar untuk memilih karya sastra terbaik atau penetapan kanon sastra, bukan juga untuk menentukan buku-buku sastra mana yang wajib dibaca.

"Ini adalah rekomendasi buku-buku yang bisa digunakan sebagai bahan ajar di sekolah sesuai tujuan kurikulum," ucapnya.

Tim kurator, lanjut dia, juga memutuskan agar hanya ada satu buku dari satu nama penulis. Selain untuk pemerataan representasi, kata dia, diharapkan para guru dan siswa akan terpancing untuk mencari karya-karya lain dari penulis yang masuk ke dalam kurikulum.

"Setelah proses kurasi selesai, buku-buku yang direkomendasikan akan ditinjau oleh guru-guru untuk diuji apakah layak atau tidak. Dalam proses ini, ada beberapa buku yang akhirnya gugur, harus ditukar jenjang, atau dicari judul lain dari penulis yang sama," paparnya.

Baca juga: Kemendikbud: Sastra masuk Kurikulum Merdeka mulai tahun ajaran baru

Okky juga mengemukakan harapan adanya kebijakan sastra masuk kurikulum sudah sejak lama disimpan bukan hanya oleh sastrawan, tetapi juga guru, orang tua, dan masyarakat luas.

"Memang selama ini sudah ada sekolah-sekolah yang menggunakan karya sastra sebagai bahan ajar. Namun itu sifatnya masih sporadis, tergantung inisiatif guru, dan kebanyakan terbatas pada mata pelajaran Bahasa Indonesia," tuturnya.

Ia berharap melalui kebijakan resmi sastra masuk kurikulum, penggunaan karya sastra sebagai bahan ajar akan lebih masif dan berdampak luas.

Baca juga: BRIN: Riset sastra dan bahasa bisa didanai lewat skema RIIM ekspedisi

Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Risbiani Fardaniah
COPYRIGHT © ANTARA 2024