Jakarta (ANTARA) - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengembangkan teknologi tangga ikan atau fishway sebagai upaya mempertahankan biodiversitas air tawar terutama populasi ikan agar tidak punah akibat pembangunan bendung atau bendungan
 
Kepala Pusat Riset Konservasi Sumber Daya Laut dan Perairan Darat BRIN Arif Wibowo mengatakan keberadaan tangga ikan di Indonesia membuat 60 sampai 70 persen populasi ikan dapat bertahan.
 
"Jika fishway tidak ada hanya menyisakan 20 persen dari populasi ikan. Bahkan bisa menyisakan 10 persen atau ikan migratorinya hilang," ujarnya dalam pernyataan yang dikutip di Jakarta, Selasa.
 
Dalam Forum Air Sedunia atau World Water Forum (WWF) ke-10 di Bali, BRIN bersama Charles Sturt University dan Australian Centre for International Agricultural Research berkolaborasi mengenalkan pengembangan teknologi tangga ikan tersebut.

Baca juga: BRIN: World Water Forum ajang kolaborasi kembangkan inovasi-riset air

Baca juga: BRIN kenalkan teknologi tangga ikan di World Water Forum
 
Tangga ikan merupakan teknologi infrastruktur air sebagai inovasi dalam upaya merestorasi dan konservasi sumberdaya ikan yang menurun akibat bangunan melintang sungai, seperti bendung maupun bendungan untuk pembangkit listrik, irigasi, hingga penyediaan air bersih.
 
Di negara-negara maju yang berada di Benua Eropa, Amerika, dan Australia, teknologi tangga ikan sudah diterapkan untuk merestorasi populasi ikan sungai.
 
Teknologi tangga ikan di Indonesia pertama kali dibangun pada tahun 1991 di Bendung Perjaya, Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur, Sumatera Selatan, oleh BBWS Sumatera VIII Kementerian PUPR dengan tipe pool dan weir fishway.
 
Saat ini Indonesia sudah ada empat bendung atau bendungan yang dilengkapi dengan fasilitas tangga ikan.
 
Arif menuturkan Indonesia menduduki peringkat kedua di dunia terkait kekayaan biodiversitas air tawar. Oleh karena itu, praktik menjaga kelestarian lingkungan perlu dilakukan salah satunya dengan menjaga populasi ikan air tawar di sungai-sungai.
 
Menurutnya, pembangunan bendungan untuk irigasi maupun pembangkit listrik tenaga air dapat mengakibatkan jalur migrasi ikan menjadi terhambat. Pembangunan infrastruktur tersebut dapat menyebabkan terjadinya penurunan populasi ikan hingga 20 persen.
 
"Penurunan populasi ikan di sungai menjadi bukti diperlukannya langkah antisipasi. Hal tersebut dapat dilakukan melalui penyediaan bukti ilmiah yang kuat terkait kondisi lingkungan perairan,” kata Arif.
 
Peneliti Pusat Riset Konservasi Sumber Daya Laut dan Perairan Darat BRIN Dwi Atminarso mengungkapkan selama beberapa dekade terakhir masyarakat mengeluhkan penurunan hasil penangkapan ikan di sungai.
 
Bahkan, beberapa spesies telah hilang dari hasil tangkapan masyarakat. Hal itu terjadi akibat jalur migrasi ikan yang hidup di habitat air sungai terhambat, sehingga perlu mitigasi bersama agar dapat menjaga keberlanjutan sumber daya ikan.
 
"Ikan menjadi sumber protein penting dan komoditas perdagangan yang berkelanjutan bagi masyarakat sekitar sungai di Asia Tenggara,” kata Dwi.
 
Lebih lanjut dia menyampaikan ada banyak faktor yang diperhitungkan untuk merancang tangga ikan yang efektif.
 
Peneliti harus memahami spesies ikan yang ada di sungai serta kondisi hidrologi di sekitar sungai tersebut. Selain itu, data hidrologi sangat penting untuk memahami pola aliran air dan tingkat ketinggian air di dalam kolam-kolam tangga ikan.
 
"Lalu, data spesies ikan akan membantu dalam merancang kemiringan fishway yang sesuai dengan kebutuhan ikan-ikan dengan ukuran yang berbeda-beda," kata Dwi.*

Baca juga: KKP minta perbanyak pembuatan tangga ikan di bendungan dan waduk

Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
COPYRIGHT © ANTARA 2024