Jakarta (ANTARA) - Kepala Ekonom DBS Taimur Baig menilai defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Indonesia tidak dalam kondisi mengkhawatirkan, meski ditargetkan meningkat pada tahun depan.

Menurutnya, banyak negara kesulitan untuk menekan defisit ke level 5-8 persen dan memiliki rasio utang lebih dari 100 persen terhadap produk domestik bruto (PDB), sehingga kekhawatiran RI mengenai kenaikan defisit 2,8 persen merupakan suatu keberuntungan.

“Dari sudut pandang internasional, utang atau defisit Indonesia tidaklah tinggi menurut standar apa pun,” kata Baig di sela acara "DBS Asian Insights Conference 2024" di Jakarta, Selasa.

Untuk diketahui, dokumen Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2025 yang disusun oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menargetkan defisit fiskal pada 2025 berada di level 2,80 persen. Sementara Kementerian Keuangan, melalui Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF), mematok kisaran defisit di rentang 2,45-2,82 persen.

Target keduanya melebar dari target defisit tahun ini, yakni 2,29 persen.

Salah satu isu yang kerap diduga menjadi faktor pemicu melebarnya defisit fiskal mendatang adalah program makan siang dan susu gratis yang diusulkan presiden terpilih Prabowo Subianto. Namun, Beig berpendapat, selama program dijalankan dengan tepat sasaran justru akan menciptakan basis konsumsi yang berkelanjutan.

“Bukan menciptakan jalur fiskal tidak berkelanjutan yang membuat investor obligasi khawatir,” tambah dia.

Dia mengamini defisit yang lebih rendah merupakan kondisi yang lebih ideal, sehingga Kementerian Keuangan tidak perlu melakukan banyak lelang utang dan mengejar investor asing.

Terlebih, Kementerian Keuangan RI terlihat sedang mengupayakan diversifikasi penerimaan negara untuk menyeimbangkan serapan pajak yang sedang berada pada posisi lemah.

Akan tetapi, pun defisit fiskal akan meningkat hingga mendekati level 3 persen terhadap PDB, dia meyakini kondisi itu terbilang relatif aman.

“Ada banyak negara di dunia, baik negara berkembang maupun negara maju, yang memiliki kekhawatiran fiskal jauh lebih besar dibandingkan apa yang dikhawatirkan di negara ini,” ujar Baig.

Baca juga: DBS Indonesia salurkan pendanaan transisi hijau Rp6,1 triliun di 2023
Baca juga: DBS: Ekonomi ASEAN-6 tumbuh 4,7 persen pada 2024


Pewarta: Imamatul Silfia
Editor: Ahmad Wijaya
COPYRIGHT © ANTARA 2024