London (ANTARA) - Pendiri WikiLeaks, Julian Assange, pada Senin (20/5) memenangkan hak banding dalam perjuangannya melawan ekstradisi dari Inggris ke Amerika Serikat (AS) setelah Pengadilan Tinggi di London memberinya izin untuk mengajukan banding.

Izin untuk mengajukan banding hanya akan diberikan jika pemerintah AS tidak dapat memberikan jaminan yang sesuai kepada pengadilan bahwa Assange bisa mengandalkan Amendemen Pertama (kebebasan berbicara) untuk mendapatkan perlindungan.

Pemerintah AS harus membuktikan bahwa Assange, yang berkewarganegaraan Australia, tidak akan dirugikan dalam persidangan karena kewarganegaraannya, dan bahwa Assange akan mendapatkan perlindungan yang sama dengan warga negara AS.

Selain itu, AS juga harus memberikan jaminan bahwa Assange tidak akan dijatuhi hukuman mati jika terbukti bersalah.

Para anggota tim kuasa hukum Assange mengkritik serangkaian jaminan yang diberikan oleh pemerintah AS di persidangan.

Mereka berargumen bahwa "berdasarkan prinsip pemisahan kekuasaan, pengadilan AS dapat dan akan menerapkan undang-undang AS, apa pun yang dikatakan atau dilakukan oleh pihak eksekutif."

Sebagian besar jaminan tersebut "benar-benar tidak memadai," sebut Edward Fitzgerald KC yang mewakili Assange. Namun, jaminan AS terkait hukuman mati diterima oleh tim kuasa hukum Assange.
 
   Assange (52) diburu oleh AS karena diduga telah membocorkan informasi pertahanan negara setelah WikiLeaks memublikasikan ratusan ribu dokumen militer yang bocor terkait perang Afghanistan dan Irak satu dekade lalu. Dokumen-dokumen tersebut meliputi rekaman video helikopter Apache yang memperlihatkan militer AS menembaki para jurnalis dan anak-anak di jalanan Baghdad pada tahun 2007.


Pengacara mengatakan dalam pengajuan tertulis bahwa meski jaminan terkait hukuman mati itu adalah "sebuah janji eksekutif yang jelas," jaminan lainnya tidak memberikan "janji yang dapat diandalkan mengenai tindakan di masa depan."   

Para pendukung Assange bersorak saat mendengar kabar tentang keputusan pengadilan tersebut. Assange tidak hadir di pengadilan pada Senin karena alasan kesehatan, tetapi istrinya, Stella, hadir pada hari itu.

"Para juri telah mengambil keputusan yang tepat... Sebagai keluarga, kami merasa lega, tetapi berapa lama ini akan berjalan? AS harus membaca situasi dan membatalkan kasus ini sekarang juga.

"Ini adalah saat yang tepat untuk melakukannya. Hentikan saja serangan memalukan terhadap jurnalis, pers, dan publik," kata Stella di hadapan para pendukung Assange di luar Pengadilan Tinggi.

Menurut tim kuasa hukum Assange, mungkin akan memakan waktu berbulan-bulan sampai sidang banding itu digelar.

Langkah terbaru ini diambil setelah Pengadilan Tinggi itu pada Maret lalu menunda keputusan mengenai apakah Assange dapat membawa kasusnya ke sidang banding.
 
   Assange (52) diburu oleh AS karena diduga telah membocorkan informasi pertahanan negara setelah WikiLeaks memublikasikan ratusan ribu dokumen militer yang bocor terkait perang Afghanistan dan Irak satu dekade lalu. Dokumen-dokumen tersebut meliputi rekaman video helikopter Apache yang memperlihatkan militer AS menembaki para jurnalis dan anak-anak di jalanan Baghdad pada tahun 2007


Assange ditahan di Penjara Belmarsh di London tenggara, yang memiliki pengamanan tingkat tinggi, sejak 2019.

Inggris menyetujui ekstradisi Assange ke AS pada 2022, setelah sebelumnya seorang hakim memblokirnya karena kekhawatiran terkait kesehatan mental Assange. Assange dan tim pengacaranya kemudian mengajukan banding.  

 

Pewarta: Xinhua
Editor: Tia Mutiasari
COPYRIGHT © ANTARA 2024