Jakarta (ANTARA News) - Kepala Perwakilan IMF untuk Indonesia, Stephen Schwartz, memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam beberapa tahun ke depan akan membaik dan mencapai angka 6-7 persen. "Saya pikir pertumbuhan potensial Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia dalam jangka menengah baik, artinya pertumbuhan ekonomi dalam beberapa tahun ke depan akan sekitar 6-7 persen," katanya di Jakarta, Kamis. Untuk itu, lanjutnya, pemerintah harus mempertahankan agar angka pengangguran tidak tinggi dan mengurangi angka kemiskinan, serta pertumbuhan PDB sekitar 6 persen. Selain itu, pemerintah juga harus berusaha mendorong terjadinya investasi di dalam negeri sambil menarik investasi langsung dari luar negeri. "Investasi saat ini menyumbang 20 persen terhadap GDP dan mungkin tidak ada yang tahu secara pasti harus sampai berapa, tetapi menurut saya harus naik diatas 20 persen terhadap GDP `overtime` untuk mencapai pertumbuhan 6-7 persen," jelasnya. Ia menambahkan, tingkat investasi tidak perlu mencapai 30 persen dibanding GDP seperti masa sebelum krisis untuk mencapai target yang diharapkan. Schwartz menilai kebijakan moneter pemerintah sudah sesuai target pencapaiannya namun masih memerlukan pembenahan sistem keuangan serta pengawasan praktek perbankan. "Inflasi sudah di bawah 18 persen sejak kenaikan BBM dan penting untuk juga mengontrol ekspektasi inflasi. Ini tantangan untuk setiap bank sentral, kebijakan menaikkan BI rate dan menahannya selama dibutuhkan dan sekarang hasilnya inflasi turun," paparnya. Schwartz juga memprediksi terjadinya penurunan suku bunga dan BI rate hingga akhir tahun 2006 jika target inflasi yang dipasang oleh pemerintah bisa tercapai. "Ada ruang untuk bulan-bulan ke depan hingga akhir tahun untuk penurunan suku bunga karena BI rate sekarang 11,5 persen masih tinggi dibanding The Fed 5,25 persen dan di regional 5-7 persen," katanya. Ia memperingatkan agar penurunan BI rate dilakukan dengan hati-hati dan mempertimbangan "capital flow" serta inflasi domestik. Schwartz menyatakan apresiasinya terhadap keputusan pemerintah untuk membayar setengah utang pada IMF akhir Juni 2006. Hal itu, tambahnya, merupakan tanda membaiknya perekonomian Indonesia yang ditandai tingkat cadangan devisa yang tinggi. "Sekarang sisa utang Indonesia adalah 3,6 miliar dolar AS, kami sangat menyambut baik percepatan pembayaran utang ke IMF pada akhir juni lalu," ujarnya. Perbaikan kondisi perekonomian Indonesia, juga ditunjukkan dengan adanya penguatan rupiah terhadap dolar AS. "Penguatan dan stabilisasi rupiah adalah pertanda ada kepercayaan investor pada pemerintah dan itu juga percerminan dari posisi eksternal Indonesia yang membaik dan keseimbangan perdagangan yang surplus serta investasi portofolio yang kuat dengan nilai IHSG yang tinggi dan obligasi yang terus tumbuh," jelasnya. Schwartz menyarankan Indonesia harus menganggap pinjaman IMF sebagai cadangan yang disimpan di BI dan hanya digunakan jika terjadi keadaan darurat saja. "BI yang memutuskan berapa cadangan yang dibutuhkan," ujarnya.(*)

Editor: Heru Purwanto
COPYRIGHT © ANTARA 2006