Jakarta (ANTARA News) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengemukakan, pajak reksa dana pada 2014 tetap lima persen setelah revisi Peraturan Pemerintah (PP) nomor 16 tahun 2009 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Berupa Bunga Obligasi yang ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

"Revisi PP itu sudah disetujui dan ditandatangani Presiden pada 31 Desember 2013. Jadi, pajak reksa dana tetap lima persen," ujar Kepala Eksekutif Bidang Pengawasan Pasar Modal OJK, Nurhaida, di Jakarta, Kamis.

Ia mengemukakan, revisi dari PP nomor 16 tahun 2009 itu dituangkan dalam PP Nomor 100 Tahun 2013 tentang Pajak Bunga Obligasi dan Reksa Dana. Pada PP nomor 16 tahun 2009 itu tercantum pemberlakukan tarif pajak reksa dana sebesar 15 persen pada 2014.

Menurut Nurhaida, penangguhan itu karena industri reksa dana di Indonesia masih perlu didorong untuk berkembang lebih baik. Industri reksa dana memerlukan insentif seperti penerapan pajak yang rendah sehingga diharapkan tetap menarik bagi pemodal.

"Kalau diterapkan pajak tinggi nanti dikhawatirkan tidak menarik lagi," ujar Nurhaida.

Nurhaida juga mengatakan, pihaknya sedang menyusun aturan pendistribusian produk reksa dana agar penjualannya menyebar sehingga imvestor ritel baru akan bermunculan.

Dia mengemukakan bahwa aturan itu sudah dibawa ke rapat Dewan Komisioner OJK. Saat ini, OJK sedang menyusun persyaratan lembaga yang boleh menjual produk investasi tersebut. Diharapkan aturan ini selesai di semester pertama 2014.

Menteri Keuangan (Menkeu) Chatib Basri mengatakan bahwa penangguhan itu sesuai dengan yang diharapkan Otoritas Jasa Keuangan untuk memperpanjang besaran pajak sebesar lima persen.

"Hal pokoknya sesuai dengan rencana OJK untuk penangguhannya yang diperpanjang, pajak tetap lima persen agar pasar obligasi tetap bergairah, PP sudah keluar, pajak 15 persen mulai berlaku di 2016," ujarnya menambahkan. (*)

Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Priyambodo RH
COPYRIGHT © ANTARA 2014