Yogyakarta (ANTARA News) - Tudingan bahwa Komisi III DPR merupakan kaki tangan Mahkamah Agung (MA) dinilai memperparah carut marut penegakan hukum di Indonesia, kata Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta, Muhammad Irsyad Thamrin SH, Jumat. "Tudingan itu wajar, karena proses penegakan hukum di negeri ini tampaknya masih didominasi kekuatan politik, sehingga dalam sistem peradilan di Indonesia sebagai negara hukum, proses politiknya yang lebih dominan," kata dia ketika dihubungi ANTARA di Yogyakarta. Salah seorang anggota DPR, Benny K Harman, di Jakarta mengatakan 80 persen anggota Komisi III DPR adalah kaki tangan MA. Namun tudingan tersebut dibantah Patrialis dari Komisi III DPR, dengan mengatakan tudingan itu tidak benar, karena selama ini para anggota Komisi III selalu bicara apa adanya, dan bahkan 'vokal' terhadap MA. Menurut Thamrin, 'lingkaran setan' permasalahan hukum terutama dalam hal penegakan hukum di tanah air saat ini semakin sulit diketahui ujung pangkalnya. "Rantai permasalahannya sulit dicari di mana ujungnya dan mana pangkalnya," katanya. Kata dia, sulit untuk mengurai rantai permasalahan itu, apalagi memecahkannya. Rasanya masyarakat semakin tidak peduli terhadap permasalahan hukum di Indonesia. "Apalagi dugaan sering terjadi tebang pilih dalam penegakan hukum di Indonesia akan menyebabkan masyarakat semakin masa bodoh terhadap carut marutnya wajah hukum di negeri ini," kata dia. Namun, ia masih optimis, rantai permasalahan hukum akan bisa diurai untuk dipecahkan bersama, apabila semuanya dirombak termasuk akarnya. Kemudian dibenahi dengan kemauan yang kuat, terutama dari eksekutif serta legislatif, dan masyarakat sendiri harus peduli dan berani mengontrolnya. (*)

COPYRIGHT © ANTARA 2006