Nusa Dua, Bali (ANTARA) - Ecolab menekankan pentingnya sinergi dalam tata kelola air di Indonesia yang melibatkan semua pihak termasuk pemerintah dan sektor swasta untuk mendukung keberlanjutan sumber daya esensial itu.

“Yang paling penting itu adalah kolaborasi. Jangan sampai pemerintah menjalankan program sendiri, swasta jalan sendiri. Jadi harus ada satu kolaborasi untuk membangun infrastruktur bersama-sama,” kata Presiden Direktur Ecolab Evan Jayawiyanto di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, Senin.

Menurut dia, pelaku industri sudah memiliki kesadaran untuk mengurangi penggunaan air karena jika sektor itu menyerap air dalam jumlah yang besar, maka mempengaruhi proses bisnis alias biaya yang besar.

Ia memberi contoh industri perhotelan memanfaatkan teknologi dan solusi untuk efisiensi air, karena diperkirakan biaya operasional paling besar teralokasi untuk kebutuhan air bersih dan energi.

Sehingga dengan efisiensi air dan energi, dampak negatif dari emisi karbon juga bisa dikurangi sekaligus menurunkan biaya operasional.

Selain itu, ketersediaan air dunia yang diperkirakan berkurang hingga 56 persen pada 2030 oleh organisasi penelitian World Resources Institute, juga menjadi pengingat untuk hemat penggunaan air.

Sedangkan dari sisi pemerintah, sinergi dapat dilakukan salah satunya melalui regulasi yang lebih ketat dan memberikan panduan kepada industri soal tata kelola air lebih baik.

Untuk itu, ia mengusulkan regulasi dari pemerintah terus dijaga dan diperketat terutama terkait pemakaian air, pengolahan dan daur ulang menjadi air bersih.

Kemudian, memperbanyak edukasi masyarakat untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya air bersih.

“Nanti dari situ bergerak, akan ada intervensi untuk investasi infrastruktur lebih bagus lagi untuk meningkatkan pengelolaan air bersih di Indonesia,” imbuh Evan.

Investasi, kata dia, bisa juga datang dari pihak swasta atau kolaborasi dengan pemerintah di antaranya untuk penyaringan, pemurnian dan penyulingan air.

Berdasarkan studi Ecolab bertajuk, Ecolab Watermark Study 2023 yang dilaksanakan di Indonesia, dua dari lima responden Indonesia percaya bahwa upaya untuk menjaga agar air tetap bersih/aman adalah prioritas untuk mencapai keberlanjutan.

Tanggung jawab pendanaan sebagian besar berada pada pemerintah/produsen, tetapi juga menempatkan sebagian pada LSM untuk mendukung konservasi air secara finansial.

“Mereka juga memiliki pandangan serupa bahwa sumber pendanaan konservasi seharusnya melalui Investasi Pemerintah/Bisnis dan Bisnis menghadapi denda,” demikian dikutip dari Ecolab Watermark Study.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi yang sekaligus sebagai Ketua Dewan Sumber Daya Nasional Luhut Binsar Panjaitan berkomitmen mewujudkan tata kelola air Indonesia yang terpadu dan berkelanjutan.

Luhut mengatakan kolaborasi antara pemerintah dan berbagai pihak sangat diperlukan untuk terus menjaga keberlangsungan sumber daya air di tanah air.

Alasannya karena tantangan maupun permasalahan sumber daya air dunia juga semakin kompleks.

Ia memberikan contoh perubahan iklim yang dampaknya semakin terasa dan terus meluas serta meningkatnya konflik kepentingan akibat semakin berkurangnya ketersediaan air yang dapat diakses, baik secara kuantitas maupun kualitas.

“Maka keberlanjutan sumber daya air menjadi tanggung jawab semua pihak, tidak hanya pemerintah namun unsur non-pemerintah juga harus saling bersinergi, berkolaborasi dan bekerja sama demi keberlangsungan sumber daya air di Indonesia,” ucap Luhut.

Baca juga: Ecolab miliki peta jalan tata kelola air bersih dan sehat
Baca juga: Ecolab dorong inisiatif water for climate dukung pusat keunggulan air
Baca juga: Ecolab targetkan industri hemat air hingga 300 miliar galon pada 2030


Pewarta: Dewa Ketut Sudiarta Wiguna
Editor: Ahmad Buchori
COPYRIGHT © ANTARA 2024