Jakarta (ANTARA) - Ketua Majelis Kehormatan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Prof Tjandra Yoga Aditama mengatakan capaian India dalam menekan angka kematian penderita Tuberkulosis (TB) patut untuk dikaji sebagai tolok ukur bagi Indonesia.

"Seperti ketahui bahwa negara kita merupakan penyumbang kasus Tuberkulosis terbanyak kedua di dunia, dan yang pertama adalah India. Tentu kita ketahui bahwa penduduk India adalah 1,3 miliar, jauh lebih tinggi dari Indonesia," kata Tjandra Yoga Aditama dalam pernyataannya di Jakarta, Selasa.

India TB Report 2024 yang terbit April 2024 menginformasikan angka kematian TB di negara itu turun dari 28 per 100.000 penduduk di 2015 menjadi 23 per 100.000 penduduk pada 2022. Data lain juga menunjukkan bahwa kematian akibat TB di India turun dari 494.000 di 2021 jadi 331.000 di 2022.

"Salah satu pencapaian amat penting dalam pengendalian TB di India adalah bahwa negara itu berhasil menurunkan mortality rate akibat TB," katanya.

Tjandra yang juga mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara mengatakan keberhasilan berikutnya dari program TB di India adalah capaian target pengobatan pada 95 persen penderita di 2023 yang terbilang sangat tinggi.

Dalam pelaksanaan program TB di India, kata Tjandra, sebagian besar kasus ditangani oleh fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah, meski peran swasta juga terus meningkat. Ada 33 persen kasus yang ditangani oleh swasta di 2023, atau sekitar 840 ribu kasus.

"Angka ini jauh meningkat dari 190.000 kasus yang ditangani swasta di tahun 2015 yang lalu," katanya.

Dikatakan Tjandra pemerintah India juga menyampaikan lima faktor risiko yang menjadi tantangan dalam pengendalian TB mereka, yaitu kurang gizi, HIV, diabetes, alkohol dan kebiasaan merokok.

Untuk yang kurang gizi, kata Tjandra, maka pemerintah setempat memberikan bantuan uang tunai untuk pasien TB kurang gizi yang dilakukan rutin setiap bulan.

"Sesuatu yang perlu dipertimbangkan pula tentunya, dan juga ada program keranjang makanan food baskets," katanya.

Tjandra menambahkan, HIV diketahui dapat memicu risiko TB naik sampai 20 kali lipat. Sementara diabetes meningkatkan risiko TB sampai dua atau tiga kali lipat dan juga berhubungan dengan kemungkinan risiko resisten berganda obat TB (Multi-Drug Resistant/MDR TB).

"Akan baik kalau pengalaman dari India juga dipakai sebagai salah satu pertimbangan dan kajian bagi pemerintah dalam mengambil kebijakan TB di negara kita. Tentu sepanjang memungkinkan dijadikan benchmark pula," katanya.

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melaporkan estimasi kasus TB di Indonesia per 1 Maret 2024 mencapai 1.060.000 kasus, sebanyak 821.200 di antaranya ternotifikasi.

Sebanyak 136.969 merupakan kasus TB pada anak, 16.731 kasus TB HIV, dan 23.858 meninggal.

Dari jumlah yang ternotifikasi itu, sebanyak 77 persennya menjalani program pengobatan dengan 12.482 di antaranya ternotifikasi TB Resisten Obat (RO).

Baca juga: Kemenkes tekankan investigasi kontak guna memutus rantai penularan TBC

Baca juga: Kemenkes: TBC baru dapat dieliminasi di Indonesia pada 2045

Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Riza Mulyadi
COPYRIGHT © ANTARA 2024