Jakarta (ANTARA) - Masalah kemiskinan masih menjadi isu krusial di banyak negara, termasuk Indonesia. Hal inilah yang membuat kemiskinan selalu menjadi salah satu prioritas nasional untuk diselesaikan.

Berbagai upaya terus dilakukan pemerintah untuk mengurangi tingkat kemiskinan dan mencapai target yang telah ditentukan, termasuk upaya untuk mencapai target kemiskinan ekstrem nol persen pada tahun 2024 ini.

Seperti kita ketahui, pemerintah Indonesia memang menargetkan menghapus kemiskinan ekstrem enam tahun lebih cepat dari target global yang tercantum dalam SDGs.

Melalui Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2022 tentang percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem, pemerintah berupaya mencapai target nol persen tersebut melalui keterpaduan dan sinergi program serta kerja sama antarkementerian/lembaga dan seluruh pemerintah daerah. Upaya ini kemudian digariskan melalui tiga strategi besar percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem, yang termuat dalam Keputusan Menko PMK Nomor 32 Tahun 2023.

Pertama, pengurangan beban pengeluaran warga miskin ekstrem. Strategi ini memastikan kelompok miskin ekstrem memperoleh program perlindungan sosial yang komplementer antara pusat dan daerah. Targetnya, terutama kelompok rentan, adalah penderita gangguan kesehatan permanen, penyandang disabilitas, orang dengan gangguan jiwa (ODGJ), warga lansia, anak sebatang kara, dan sebagainya.

Kedua, peningkatan pendapatan. Strategi ini ditujukan untuk warga miskin ekstrem yang masih produktif. Mereka dibukakan akses pada pekerjaan dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia serta akses dan kapasitas sebagai pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), termasuk akses pembiayaannya. Melalui strategi ini diharapkan rumah tangga (RT) miskin ekstrem dapat naik kelas untuk mendapatkan program lanjutan, seperti pendampingan, pelatihan, dan permodalan.

Ketiga, pengurangan kantong-kantong kemiskinan ekstrem. Strategi ini ditujukan untuk peningkatan akses terhadap layanan dasar dan peningkatan konektivitas antarwilayah.

Penduduk miskin ekstrem adalah mereka yang pengeluarannya di bawah garis kemiskinan ekstrem 1,9 dollar AS per kapita per hari "purchasing power parity" (PPP). Pada Maret 2023, dengan garis kemiskinan ekstrem sekitar Rp351.957 per kapita per bulan, BPS mencatat bahwa persentase penduduk miskin ekstrem di Indonesia sudah mencapai 1,12 persen. Angka ini berkurang sebesar 0,92 persen poin dibandingkan kondisi Maret 2022.

Pencapaian ini bisa dibilang cukup besar dalam kurun waktu satu tahun. Jika pada tahun 2024 dapat berkurang sebesar itu juga, maka persentase penduduk miskin ekstrem pada 2024 tersisa sekitar 0,2 persen. Hanya saja, untuk mencapainya, tentu diperlukan upaya berkesinambungan.

Untuk mengatasi kemiskinan ekstrem, tentunya banyak tantangan yang harus dihadapi. Tidak hanya melulu soal ekonomi yang harus tercukupi untuk memenuhi kebutuhan dasar, namun banyak faktor yang pada akhirnya juga berpengaruh pada kemiskinan ekstrem itu sendiri. Faktor lingkungan, misalnya, adanya perubahan iklim yang diperkirakan akan meningkatkan frekuensi dan tingkat keparahan guncangan alam, secara tidak langsung dapat menjebak rumah tangga miskin ekstrem dalam siklus kemiskinan yang semakin parah.

Selain itu, ketergantungan para penduduk miskin ekstrem pada sektor pertanian juga masih menjadi permasalahan. Pasalnya, sektor ini seringkali tidak cukup produktif untuk mendukung upaya keluar dari kemiskinan. Padahal, BPS mencatat, sebesar 58,4 persen kepala rumah tangga miskin ekstrem bekerja di sektor pertanian.

Ya, mereka tidak menganggur, mereka bekerja, namun upah yang mereka dapatkan sangat sulit untuk melepaskan mereka dari kemiskinan. Bisa dibayangkan, jika saja sektor pertanian mampu memberikan kesejahteraan lebih, tentu akan lebih mudah bagi mereka untuk meningkatkan taraf hidup dan perlahan bisa lepas dari status miskin ekstrem.

Tantangan lain, seperti kondisi geopolitik global yang tidak menentu, juga berpengaruh pada kemiskinan. Hal ini karena berbagai konflik yang terjadi di dunia, biasanya akan mempengaruhi kenaikan harga pangan, dan pada akhirnya semakin menyulitkan para penduduk miskin untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Para penduduk miskin ekstrem harus mengeluarkan lebih banyak uang untuk membeli kebutuhan pangan mereka.

Untuk menghadapi berbagai tantangan ini, ada beberapa langkah yang bisa diambil, yang mungkin berdampak panjang. Pertama, peningkatan akses terhadap pendidikan dan pelatihan vokasi bagi penduduk miskin ekstrem harus diprioritaskan. Dengan keterampilan yang lebih baik, mereka dapat mengakses pekerjaan yang lebih produktif dan memiliki potensi penghasilan yang lebih tinggi.

Kedua, memperkuat sektor pertanian dengan inovasi teknologi dan praktik pertanian yang lebih efisien. Pemerintah perlu menyediakan akses terhadap teknologi pertanian modern, pupuk berkualitas, dan penyuluhan yang intensif agar petani dapat meningkatkan hasil panen mereka. Selain itu, perlu juga didorong diversifikasi usaha di sektor pertanian agar pendapatan petani tidak hanya bergantung pada satu komoditas saja.

Ketiga, memperluas jaring pengaman sosial, seperti program bantuan langsung tunai (BLT), program keluarga harapan (PKH), dan program bantuan pangan nontunai (BPNT). Program-program ini harus menjangkau seluruh penduduk miskin ekstrem dengan lebih tepat sasaran dan efektif. Penyaluran bantuan juga harus diawasi secara ketat agar tidak terjadi penyelewengan.

Keempat, mendorong investasi di daerah perdesaan dan terpencil. Pembangunan infrastruktur yang memadai, seperti jalan, listrik, dan akses internet dapat membuka peluang ekonomi baru dan menarik investasi. Dengan adanya investasi, lapangan pekerjaan akan tercipta, dan penduduk setempat bisa memiliki sumber pendapatan yang lebih stabil.

Kelima, memanfaatkan potensi ekonomi digital. E-commerce dan platform digital lainnya bisa menjadi sarana bagi penduduk miskin ekstrem untuk memasarkan produk mereka secara lebih luas dan efisien. Pemerintah bisa membantu dengan memberikan pelatihan digital dan menyediakan infrastruktur internet yang memadai di daerah-daerah terpencil.

Selain langkah-langkah tersebut, kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sangat penting. Semua pihak harus berperan aktif dalam upaya penghapusan kemiskinan ekstrem. Sektor swasta bisa berkontribusi melalui program corporate social responsibility (CSR) yang tepat sasaran, sementara masyarakat dapat terlibat dalam pemberdayaan komunitas dan pengawasan program-program pemerintah.

Mengupayakan kemiskinan ekstrem hingga nol persen tentu tidak mudah, dan sangat sulit untuk benar-benar hilang. Hal ini karena kemiskinan sendiri merupakan masalah yang multidimensional. Kebijakan yang diambil harus menyeluruh. Jangan sampai hanya fokus pada orang yang benar-benar miskin ekstrem, namun juga perlu diperhatikan yang rentan miskin ekstrem. Jangan sampai penduduk yang rentan miskin ekstrem ini juga jatuh ke miskin ekstrem di kemudian hari.

Dari sinilah, langkah-langkah di atas serta seluruh strategi yang telah disusun harus dilaksanakan semaksimal mungkin dan berkesinambungan. Kalaupun kemiskinan ekstrem nantinya tercapai nol persen, jaring pengaman sosial tentu harus tetap ada, dan semua kebijakan jangka panjang untuk mengentaskan kemiskinan harus tetap dijalankan.

*) Lili Retnosari adalah statistisi di Badan Pusat Statistik


 

Pewarta: Lili Retnosari*)
Editor: Masuki M. Astro
COPYRIGHT © ANTARA 2024