Kabupaten Bandung (ANTARA) - Satuan Reserse Narkoba (Satres Narkoba) Kepolisian Resor Kota (Polresta) Bandung, Jawa Barat,
mengungkap jaringan rumah industri produksi narkoba jenis sintetis atau tembakau gorila di di kawasan Nagreg, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.

 

Kapolresta Bandung Kombes Pol Kusworo Wibowo mengatakan, polisi menangkap dua orang pelaku yang memproduksi narkoba beserta menyita beberapa barang bukti, diantaranya tembakau sintetis siap edar dan bahan kimia lainnya.

 

"Rumah tersebut digunakan oleh dua orang pria bernama AY dan APS untuk memproduksi narkotika jenis tembakau sintetis," kata Kusworo di Kabupaten Bandung, Selasa.

 

Kusworo menjelaskan pengungkapan kasus ini bermula ketika petugas menangkap salah satu dari pelaku dengan menyamar sebagai pembeli.

 

Setelah penangkapan kedua, polisi bermodalkan informasi dari pelaku, langsung mendatangi rumah tersebut yang dijadikan tempat produksi narkotika tembakau sintetis.

 

"Berdasarkan keterangan para pelaku kepada petugas, mereka sudah memproduksi barang haram ini selama empat hari," katanya.

 

Sebelum memproduksi tembakau sintetis, Kusworo mengatakan AY dan APS merupakan kurir di salah satu akun yang menjual barang haram tersebut selama satu tahun. Mereka pun merupakan pengguna narkotika.

 

"Sebagai kurir mereka mendapatkan fee (untung) 10 persen dari omzet yang terjual, misal mengirim seharga Rp500 ribu maka dapat uang Rp50 ribu," kata dia.

 

Setelah menjadi kurir selama satu tahun, ia mengatakan AY dan APS meminta kepada akun penjual narkotika bernama system of gods untuk membuka akses bahan baku tembakau sintetis. Mereka hendak memproduksi tembakau sintetis yang lebih kuat.

 

"Setelah mendapatkan link barang-barang sebagai bahan baku ini yang bersangkutan sudah empat hari melakukan uji coba dan baru melakukan transaksi penjualan sebanyak empat titik," kata dia.

 

Atas perbuatannya kedua pelaku dijerat Pasal 114 dan Pasal 112 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang menjadi perantara menjual dan menyerahkan narkotika golongan 1. Dengan ancaman hukuman paling singkat lima tahun pidana penjara dan paling lama 20 tahun serta denda maksimal Rp10 miliar.

Pewarta: Rubby Jovan Primananda
Editor: Edy M Yakub
COPYRIGHT © ANTARA 2024