Jakarta (ANTARA) - Saat ini beberapa wilayah mengalami bencana alam berupa longsor, gempa Bumi, dan terkini banjir bandang di Kabupaten Agam, Tanah Datar, dan Padang Panjang, Sumatera Barat.

Bencana di Sumatera Barat tidak hanya menimbulkan korban, tetapi juga kerugian akibat rumah dan lahan pertanian ikut terseret banjir bandang.

Belajar dari peristiwa tersebut, penting bagi petani untuk melakukan mitigasi bencana, tentunya dengan senantiasa mendengar informasi dan arahan dari otoritas berwenang seperti Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dan Balai Besar Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).

Petani yang menggarap di lahan dengan kemiringan tertentu juga harus mewaspadai potensi longsor saat musim hujan. Salah satunya dengan tidak bertanam pada saat puncak musim hujan dengan tujuan agar terhindar dari kerugian.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam upaya memperkuat ketahanan pangan tengah menjajaki pengembangan kawasan pertanian dengan memanfaatkan lahan di pulau-pulau yang ada di Kabupaten Kepulauan Seribu. Total daratan di Kepulauan Seribu sendiri mencapai 1.000 hektare lebih sehingga berpotensi untuk dikembangkan kawasan pertanian.

Pemkab Kepulauan Seribu saat ini sudah melakukan uji coba dengan budi daya sayuran di beberapa pulau yang ternyata membuahkan hasil meskipun masih untuk memenuhi kebutuhan warga sekitar.

Walakin, mitigasi bencana tetap menjadi perhatian dalam mengembangkan lahan pertanian di kawasan tersebut.

Salah satu yang harus dipertimbangkan adalah rob (banjir akibat pasang laut) yang kerap melanda kawasan yang berpotensi membuat lahan pertanian tergenang. Tak hanya itu, gempa yang pernah melanda Kepulauan Seribu juga menjadi salah satu mitigasi yang harus diantisipasi.

Bencana yang dialami warga Sumatera Barat menjadi pembelajaran bagi para petani untuk memahami lahan yang digarapnya serta mempelajari potensi ancaman demi keberlangsungan budi daya maupun keselamatan diri saat menggarap lahan.
Hasil pertanian yang dijual di salah satu minimarket. ANTARA/ Ganet Dirgantoro


Kerusakan

Kondisi geografis Indonesia yang dikelilingi gunung vulkanik yang jumlahnya mencapai 850 hingga 1.000--membentang kurang lebih 40.550 kilometer di sepanjang tepi Samudra Pasifik sehingga mendapat julukan cincin api atau ring of fire--selain memberikan manfaat, juga penuh dengan tantangan akibat potensi kerusakan yang ditimbulkan.

Keberadaan gunung vulkanik membuat tanah di Indonesia sangat subur untuk dikembangkan sebagai lahan pertanian sehingga sebenarnya untuk mewujudkan ketahanan pangan nasional bukanlah perkara yang sulit untuk diwujudkan.

Namun di sisi lain dengan kondisi geografis yang demikian, membuat banyak daerah di Indonesia kerap kali dilanda bencana alam, baik akibat letusan gunung berapi maupun banjir lahar.

Pemerintah melalui Kementerian Pertanian maupun dinas-dinas terkait senantiasa bertindak sigap apabila terjadi bencana yang mengakibatkan kerusakan pada lahan pertanian.

Hal serupa juga dilakukan ketika bencana alam melanda Sumatera Barat, dengan segera Pemerintah Pusat, daerah, bahkan sektor swasta bahu-membahu menerjunkan alat-alat pertanian untuk segera memulihkan lahan pertanian yang mengalami kerusakan.

Dalam upaya mewujudkan ketahanan pangan nasional, maka percepatan pemulihan pascabencana menjadi suatu keharusan. Hal ini mengingat bencana-bencana besar yang melanda Indonesia mengakibatkan kerusakan areal lahan pertanian begitu luas bahkan di beberapa peristiwa bisa di atas 1.000 hektare.

Salah satu produsen benih sayuran PT East West Seed Indonesia menyebut berdasarkan laporan dari penyalur di Sumatera Barat, petani binaan yang mengalami kerugian akibat banjir bandang tersebut mencapai luas 500 hektare berupa lahan produktif yang mengalami kerusakan.

Menurut Managing Director perusahaan benih tersebut, Glenn Pardede, langkah yang harus ditempuh adalah dengan segera memulihkan kembali lahan-lahan yang rusak sehingga keberlangsungan sektor pertanian bisa pulih dengan cepat.

Belajar dari hal ini maka mitigasi juga harus dilakukan petani di daerah lain agar bisa pulih dengan cepat apabila terkena bencana. Sebagai contoh, gagal panen akibat kemarau berkepanjangan, sebenarnya bisa diatasi lewat budi daya tanaman di lahan kering.

Langkah serupa juga bisa dilakukan terkait rencana pengembangan kawasan pertanian di Kepulauan Seribu, yakni dengan memetakan tantangan yang bakal dihadapi terkait kondisi geografis serta berusaha untuk akrab dengan alam.

Terakhir adalah mitigasi bencana serta antisipasi dari Pemerintah agar pertanian di Kepulauan Seribu dapat berkesinambungan atau berkelanjutan.
Pengunjung pameran pertanian tengah berkonsultasi cara bercocok tanam. ANTARA/ Ganet Dirgantoro


Baca juga: Kepulauan Seribu panen sayuran dari lahan pertanian perkotaan

Baca juga: "Urban farming" solusi menjaga ketahanan pangan dan makanan sehat



Potensi

Pengembangan pertanian di Kepulauan Seribu memang menjadi tantangan bagi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengingat kondisi lahan yang terbatas.

Budi daya pertanian di lahan yang terbatas tentu membutuhkan kiat-kiat dan inovasi agar dapat tercapai skala ekonomi, apalagi kalau tujuannya untuk memenuhi kebutuhan warga Jakarta.

Untuk mewujudkan hal tersebut maka dibutuhkan pertanian modern yang ditandai dengan kriteria tertentu, antara lain, penggunaan benih unggul tahan terhadap cuaca dan penyakit, tidak banyak memakai pupuk maupun obat, sanggup tumbuh di lahan yang pengairannya sedikit, dan hasil panen yang optimal.

Terakhir, melihat sumber daya manusianya, apakah memiliki kemauan untuk bertani mengingat banyak dari warga di Kepulauan Seribu yang mencari nafkah sebagai nelayan maupun pelaku pelayanan wisata.

Hal lain yang harus diperhatikan saat ini bertani bukan karena bakat, melainkan bisa melalui pelatihan. Banyak petani muda yang sukses karena sebelumnya mengikuti pelatihan. Apalagi tenaga penyuluh pertanian, baik dari Pemerintah maupun swasta, sudah banyak tersedia dan siap memberikan bimbingan di lapangan.

Tak hanya itu, bagi yang ingin menekuni bidang pertanian, saat ini banyak edukasi yang disampaikan melalui media sosial. Bisa juga belajar dari penyuluh pertanian baik dari Pemerintah maupun dari perusahaan yang bergerak di bidang pertanian.

Bagi pemula di bidang pertanian sebaiknya bercocok tanam yang paling mudah dulu seperti sayuran daun (bayam, pakcoi, sawi, kangkung, caisim, kailan, dan sebagainya), setelah itu berlanjut ke sayuran buah (paria, terung, labu, tomat, cabai, dan seterusnya). Setelah cukup ahli bisa berlanjut ke melon, semangka, jagung, dan sebagainya.

Beberapa perusahaan pertanian bahkan saat ini mengembangkan aplikasi yang memungkinkan petani berkonsultasi secara daring agar tanaman yang digarapnya bisa panen dengan hasil maksimal termasuk mengetahui harga terkini di pasar.

Beberapa dari aplikasi itu bahkan dibekali kecerdasan buatan (AI) yang mampu mendeteksi penyakit tanaman cukup dengan hanya merekam (capture) tanaman tersebut.

Ke depan tidak tertutup kemungkinan adanya teknologi dan inovasi yang bisa membantu petani melakukan mitigasi bencana dengan memberikan solusi tanaman-tanaman apa saja yang cocok dalam suatu musim.

Editor: Achmad Zaenal M

Pewarta: Ganet Dirgantara
Editor: Achmad Zaenal M
COPYRIGHT © ANTARA 2024