Yogyakarta (ANTARA) - Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta mengupayakan agar penetapan warisan dunia Sumbu Filosofi Yogyakarta dalam sidang “World Heritage Center” oleh UNESCO mampu mengundang wisatawan dalam negeri dan luar negeri, sehingga menggerakkan perekonomian daerah.

Sekretaris Daerah (Sekda) DIY Beny Suharsono di Yogyakarta, Rabu, mengatakan Pemda DIY telah melakukan beberapa langkah strategis, salah dari dikeluarkannya Keputusan Gubernur DIY Nomor 360/KEP/2023 tentang Sekretariat Bersama Pengelolaan Warisan Dunia Sumbu Filosofi Yogyakarta.

Keputusan gubernur ini, digunakan sebagai fondasi untuk memastikan fungsi komunikasi, penyiapan kebijakan dan strategi pengelolaan, koordinasi-integrasi perencanaan, operasional, monitoring, dan evaluasi, serta mendukung fungsi pelaporan.

"Kalau sudah ditetapkan sebagai warisan dunia, dunia tahu bahwa di Yogyakarta ada warisan dunia namanya sumbu filosofi harapannya bisa menarik wisatawan internasional. Kemudian, ekonomi bergulir, turunan pariwisata dari objek sendiri minimal 10 turunan," kata Beny.

Ia mengatakan saat ada kegiatan di sumbu filosofi di Yogyakarta dan Bantul, ada 10 usaha turunan yang terlibat, sehingga menggerakkan perekonomian daerah.

Sebanyak 10 usaha turunan yang dimaksud, di antaranya kuliner di kawasan sumbu filosofi berkembang pesat, tukang becak, okupasi hotel meningkat, laundry, pemandu wisata dan transportasi. Bahkan, pentas-pentas tradisional juga muncul.

Baca juga: Dishub DIY intensif periksa bus pariwisata saat libur panjang sekolah

Baca juga: GIPI DIY dukung realisasi penambahan penerbangan internasional di YIA


"Harapannya 'value' semua komponen meningkat sehingga mampu meningkatkan nilai tambah," katanya.

Menurut Beny, semua fungsi itu menjadi urgen karena atribut Warisan Dunia Sumbu Filosofi Yogyakarta sangat dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu adanya tekanan pembangunan, tekanan lingkungan, kesiapsiagaan bencana, isu pariwisata berkelanjutan, dan eksistensi sosial-budaya masyarakat sekitar.

"Untuk itu, kami merasa tepat memilih Bali sebagai tujuan studi banding karena Subak telah lebih dahulu ditetapkan sebagai warisan budaya dunia pada 2012 silam. Bahkan hingga saat ini, masih konsisten mempertahankannya. Kami berharap dengan kunjungan ke Bali, dapat menjadi sarana untuk diskusi terkait pelestarian cagar budaya dan objek pemajuan kebudayaan. Sehingga, bisa kami adaptasi dan diimplementasikan pada pengelolaan Sumbu Filosofi Yogyakarta," katanya.

Sementara itu, Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XV Abi Kusno mengatakan tantangan pengelolaan subak, yakni konversi lahan pertanian, dampak revolusi hijau, risiko bencana hidrometeorologi, regenerasi petani, lemahnya kelembagaan subak.

Selain itu, kebutuhan finansial tinggi dalam penyelenggaraan upacara, dan pemberlakuan pajak dinilai memberatkan petani, serta ketiadaan badan/dewan pengelola.

"Kami mengupayakan adanya program kolaboratif antara petani pengelola subak hingga pemerintah kabupaten dan provinsi untuk keberlangsungan subak di Bali," katanya.

Baca juga: DPKP DIY: Panen padi Januari-April capai 411.330 ton

Baca juga: DIY terjunkan 180 mahasiswa FKH UGM cek kesehatan hewan kurban

Pewarta: Sutarmi
Editor: Agus Salim
COPYRIGHT © ANTARA 2024