Jakarta (ANTARA) - Perempuan berkebaya hitam itu menyambut dengan senyum ketika pengunjung masuk ke sebuah kafe di Blok M, Jakarta Selatan. Senyum merekah sosok itu begitu lama, yang boleh jadi menunjukkan panjangnya perjalanan hidup yang sudah dilalui perempuan bernama Rustinah.

Rustinah merupakan salah seorang dari empat pekerja lanjut usia atau lansia yang berkarya di Uma Oma dan menjadi yang paling senior di antara mereka. Tugasnya membuka pintu untuk para pengunjung dan mengantar pelanggan keluar dari kafe, yang dilakukan selalu dengan senyuman.

Perempuan berusia 81 tahun itu sudah bekerja sejak kafe itu kali pertama dibuka pada September 2023 dengan kerja 7 jam setiap sif pada hari kerja.

Jumlah itu naik dari awal mula 6 jam kerja karena permintaan langsung dari para oma, begitu cara para lansia itu dipanggil di kafe tersebut.

Alasannya sederhana, bagi Rustinah lebih menyenangkan bekerja di kafe tersebut dibandingkan berdiam di rumah menghabiskan waktu dengan menonton TV, kegiatan yang membuatnya tidak aktif bergerak.

Di tempa kerjanya, selain berinteraksi dan bertemu dengan banyak orang termasuk rekan kerjanya yang banyak berusia muda, dia juga aktif bergerak meski wilayah kerjanya didesain berada di lantai satu untuk menghindarinya lelah naik dan turun tangga.

"Saya tidak mau merepotkan anak-anak saya. Saya ingin sehat, kalau di kafe, apalagi sekarang naik turun (tangga) tambah sehat badan saya di sini," ujarnya ketika ditemui ANTARA di Jakarta pada akhir pekan lalu.

Bertemu dengan rekan kerja yang masih muda  juga tidak membuatnya gentar karena mereka sudah dianggap cucu oleh Rustinah, yang dalam usia produktifnya, ia pernah bekerja di pabrik garmen selama belasan tahun.

Dia juga senang dengan hubungan kerja tim antara para oma dan pekerja lainnya, terdiri atas Generasi Milenial sampai dengan Generasi Z. Pegawai termuda bekerja di kafe itu berusia 19 tahun.

Mereka dinilai memperlakukan para oma dengan hormat dan menjaga sopan santun.

Kompensasi yang didapatkannya bekerja juga memuaskan untuknya, meski bukan menjadi tujuan utama dalam bekerja. Selain gaji, dia juga mendapatkan bonus serta jaminan kesehatan.

Didukung oleh keluarganya, yang mengantar dan menjemputnya setiap hari, dia ingin dapat terus bekerja jika memungkinkan mengingat semua manfaat yang didapatnya termasuk mendorongnya lebih sehat dan menjaganya tetap aktif.

Kafe itu sendiri bukan satu-satunya pihak yang mulai mempekerjakan lansia sebagai karyawan. Sebuah grup ritel makanan dan minuman besar baru-baru ini juga viral di media sosial karena membuka lowongan kerja untuk lansia berusia 60 tahun ke atas.

Melihat adanya tren itu, pendiri Uma Oma, Juna, mengaku senang semakin banyak pihak mendukung pemberdayaan lansia dan melawan diskriminasi usia yang membatasi kesempatan setiap individu yang masuk ke dalam kategori lanjut usia ketika mereka tidak ingin berdiam di rumah dan keluar untuk berkarya.

Selain itu, dengan semakin banyak perusahaan yang menyadari pentingnya pemberdayaan lansia yang memang ingin berkarya maka akan membuktikan bahwa kerja antargenerasi yang harmonis dapat terwujud.

Dia berharap isu pekerja lansia semakin mendapatkan perhatian dari masyarakat, mengingat penduduk usia produktif yang mendominasi pasar kerja saat ini suatu saat akan berada di dalam posisi yang sama.

"Akan tetapi, tidak semua orang itu mempersiapkan diri, seperti pensiun dan lain-lain, jadi harapannya mulai menormalisasi ketika kerja, jangan melihat usia," tuturnya.

Pekerja lansia Rustinah (kiri) dan pendiri Uma Oma, Juna, ketika ditemui ANTARA di Blok M, Jakarta Selatan, Sabtu (25/5/2024). ANTARA/Prisca Triferna

Pekerja lansia

Rustinah adalah bagian dari kenaikan jumlah lansia yang bekerja, dengan data Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan selama periode 2014 sampai 2023 meningkat dari 47,48 persen pada 2014 menjadi 53,93 persen per Agustus 2023.

Berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) oleh BPS pada tahun lalu, persentase lansia laki-laki yang bekerja jauh lebih banyak dibanding perempuan, yaitu 67,87 persen. Selain itu, 61,91 persen pekerja lansia masuk dalam kategori lansia muda yaitu 60 sampai 69 tahun.

Sebanyak 63,34 persen lansia bekerja berada di perdesaan mengingat sektor pertanian paling banyak menyerap tenaga kerja lansia, sementara di perkotaan mayoritas berada di sektor jasa dan manufaktur.

Di sisi lain, terdapat fakta bahwa sebagian besar lansia yang masih bekerja adalah yang memiliki pendidikan rendah, yaitu 40,66 persen lansia bekerja tidak tamat SD/sederajat atau bahkan tidak pernah bersekolah dan 38,03 persen tamat SD/sederajat.

Mayoritas berusaha sendiri yaitu 35,11 persen dan yang memiliki status karyawan seperti Rustinah dengan segala manfaatnya hanya mencakup 10 persen dari total pekerja lansia.

Melihat fakta tersebut, perhatian terhadap pekerja lansia perlu menjadi perhatian tersendiri, ujar pengamat ketenagakerjaan dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Tadjuddin Noer Effendi.

Perekrutan pekerja lansia memiliki beberapa fokus yang perlu menjadi perhatian, termasuk melakukan seleksi ketat mengingat terdapat faktor kesehatan dan beban kerja yang berbeda dengan pekerja usia produktif.

Pemberdayaan lansia itu perlu dilakukan mengingat setelah periode bonus demografi yang mencapai puncaknya pada tahun 2030 maka Indonesia akan menghadapi potensi populasi yang menua.

Pemerintah sendiri sudah memiliki perhatian khusus terkait pemberdayaan lansia, dengan Kementerian Sosial yang mendorong produktivitas mereka, termasuk salah satunya lewat Program Pahlawan Ekonomi Nusantara yang ingin meningkatkan kemandirian finansial mereka.

Selain itu, Pemerintah juga mendorong pemberdayaan lansia mengingat angka harapan hidup di Indonesia yang terus meningkat. Dengan BPS melaporkan umur harapan hidup penduduk Indonesia mencapai 73,93 tahun pada 2023, naik dibanding 73,70 tahun pada 2022.

Melihat tren dunia usaha melibatkan lansia dalam perusahaan, Pelaksana Tugas (Plt.) Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial Kemensos Pepen Nazaruddin menyampaikan apresiasinya karena terdapat kategori lansia potensial yang dapat merasakan periode karier kedua.

Banyak dari lansia yang masih dapat memberikan sumbangsih lebih kepada masyarakat jika mereka memang ingin bekerja, dibandingkan hanya berdiam di rumah.

Jadi, lansia jelas bukan menjadi masalah sosial, melainkan potensi sosial. Para lansia yang tetap berkarya dan berkembang pada usia senja, mereka secara nyata memberikan kontribusi kepada masyarakat dan bangsa Indonesia.

Editor: Achmad Zaenal M
 

Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Achmad Zaenal M
COPYRIGHT © ANTARA 2024