Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak (PPPA) memberikan masukan kebijakan dalam RPP Kementerian Kesehatan (Kemenkes), dimana setiap orang yang memproduksi, mengimpor, dan mengedarkan produk tembakau serta rokok elektronik wajib memiliki izin sesuai ketentuan perundang-undangan.

Asisten Deputi Pemenuhan Hak Anak atas Kesehatan dan Pendidikan Kementerian PPPA Amurwani Dwi Lestariningsih mengatakan di Jakarta, Rabu, kebijakan lainnya yang diusulkan adalah larangan penjualan produk tembakau dan rokok elektrik bagi warga berumur di bawah 21 tahun serta ibu hamil.

Dalam temu media Hari Tanpa Rokok Sedunia, Amurwani menjelaskan hal tersebut merupakan satu dari sejumlah upaya guna mencegah generasi muda merokok.

Menurut Survei Kesehatan Indonesia 2023, lanjutnya, prevalensi merokok pada penduduk berumur 10-18 tahun sebanyak14,3 persen adalah anak laki-laki dan 0,2 persen anak perempuan.

Baca juga: Kemenkes: Rokok adalah biang kerok masalah multidimensional di dunia

Ia mengatakan prevalensi perokok elektrik pun meningkat karena hal tersebut dianggap sebagai gaya hidup anak-anak yang keren, yang dibangun oleh iklan-iklan. Industri selalu membuat hal-hal menarik, kata dia, guna mengajak anak-anak muda ikut menjadi perokok, contohnya memberikan berbagai variasi rasa rokok elektrik.

Adapun upaya-upaya lain, katanya, seperti Kabupaten atau Kota Layak Anak, yaitu sistem terintegrasi guna menjamin pembangunan anak, yang menjadi sebuah cara mengontrol penggunaan tembakau.

Menurutnya, dalam Kabupaten Layak Anak terdapat 24 indikator dan indikator ke-17 dalam klaster kesehatan dasar menyebutkan mereka mendorong kabupaten dan kota untuk menjadi kawasan tanpa rokok.

"Kami juga sedang mengupayakan bagaimana di dalam rumah pun nantinya harus bebas rokok, karena banyak sekali rokok dimulai dari konsumsi di rumah tangga. Nah, ini yang juga menyebabkan banyak dampak, termasuk dampak pertumbuhan anak," kata Amurwani.

Baca juga: LPAI minta ada regulasi turunan UU Kesehatan lindungi anak dari rokok

Dia menjelaskan banyak uang yang seharusnya untuk konsumsi rumah tangga justru habis untuk membeli rokok, bukan untuk bahan makanan seperti telur, daging, dan ayam.

Amurwani juga mengatakan upaya lain yang mereka lakukan adalah sosialisasi bahaya rokok serta kesehatan reproduksi bagi generasi muda, yang dilakukan di 33 provinsi.

Dia berharap hal tersebut dapat mendorong anak untuk menjadi pelapor dan pelopor, serta turut mengajak sesama untuk tidak merokok.

Pihaknya juga mendengarkan aspirasi anak-anak dalam Forum Anak yang diwadahi Kabupaten Layak Anak, dimana mereka menyuarakan keinginan agar pemerintah membuat kebijakan yang mengatur kawasan bebas rokok.

"Kemudian pemerintah juga melakukan atau membuat regulasi untuk pelarangan IPS, iklan, produk, sponsor terhadap kegiatan kepemudaan yang terkait dengan rokok," katanya.

Baca juga: KemenPPPA: Keluarga perokok tingkatkan risiko anak jadi perokok muda

Pewarta: Mecca Yumna Ning Prisie
Editor: Risbiani Fardaniah
COPYRIGHT © ANTARA 2024