Sampit (ANTARA) - Sebanyak 100 orang warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIB Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kalimantan Tengah menjalani skrining kesehatan mengantisipasi paparan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK).
 
"Kegiatan ini dalam rangka pencegahan dan penanggulangan penyakit tidak menular, khususnya penyakit paru. Kegiatan ini kami lakukan secara berkala,” kata Kepala Lapas Kelas IIB Sampit Meldy Putera di Sampit, Rabu.

Baca juga: Kadinkes Bintan: Masker cegah penyakit paru obstruktif kronik
 
Dikatakan, skrining kesehatan deteksi dini PPOK ini dilaksanakan oleh Klinik Pratama Lapas Sampit bekerja sama dengan Puskesmas Ketapang I. Melibatkan dr.Efrain Kendek Biring dan dr.Fanda Aryani serta petugas puskesmas.

PPOK merupakan suatu penyakit paru kronis yang ditandai oleh adanya keterbatasan aliran udara dan gejala pernapasan yang menetap, berhubungan dengan abnormalitas jalan napas dan/atau alveolus. Penyakit ini sering ditemukan pada usia diatas 40 tahun.
 
"Penyakit ini biasanya disebabkan oleh paparan signifikan partikel atau gas asing dan dipengaruhi pula oleh faktor host seperti perkembangan sel paru yang abnormal. Di Indonesia, PPOK merupakan salah satu dari 10 penyebab kematian utama," katanya.

Baca juga: Dokter: Perokok sangat rentan terkena penyakit mematikan ketiga dunia
 
Dia mengakui PPOK memang tidak menular namun bisa menyebabkan perubahan pada saluran pernafasan sehingga menimbulkan sumbatan pernafasan dan oksigen dalam jaringan berkurang. Faktor pemicu PPOK ini bisa dari perilaku merokok yang sangat tinggi. Penderita TB bisa menjadi PPOK kalau tidak segera tertangani dengan baik.
 
"Skrining PPOK ini dilaksanakan selama 2 hari berturut-turut. Tidak semua warga binaan menjalani skrining, tetapi kami mengambil 100 sampel saja dan diutamakan warga binaan berusia diatas 40 tahun," ujarnya.

Baca juga: Waspadai penyakit paru obstruktif kronik yang memperburuk COVID-19
 
Para warga binaan dipandu untuk mengikuti serangkaian pemeriksaan kesehatan mulai dari pendataan melalui pengisian kuesioner, wawancara faktor risiko PTM, pengukuran tekanan darah, tinggi dan berat badan, wawancara PUMA, pemeriksaan kadar monoksida (CO), dan dilanjutkan dengan pemeriksaan spirometri.
 
Dalam kesempatan ini, Meldy menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat karena telah memberikan pelayanan yang baik bagi warga binaan, sehingga seluruh proses berjalan lancar.

Baca juga: Beda COVID-19 dan penyakit paru obstruktif kronik
 
Tak hanya skrining PPOK, Lapas Sampit juga melakukan tes urine terhadap 10 warga binaan untuk mendeteksi dini penyalahgunaan narkoba di kalangan warga binaan Lapas setempat.
 
Kasubsi Keamanan Lapas Sampit Mathali menyampaikan pelaksanaan tes urine untuk warga binaan berkaitan dengan pengajuan hak integrasi (Asimilasi/PB/CB/CMB)
 
"Kegiatan ini rutin dilaksanakan di Lapas Sampit untuk memastikan narapidana yang bersangkutan tidak melakukan pelanggaran tata tertib, terutama berkaitan dengan penggunaan narkoba selama menjalani masa pidana," katanya.

Baca juga: Dalam 20 tahun, rata-rata perokok akan menderita PPOK, sebut ahli
 
Apabila hasil tes urinenya positif mengandung narkoba, maka pihaknya akan merekomendasikan ke Bidang Registrasi dan Bimkemas Lapas Sampit agar usulan hak integrasi dari warga binaan yang bersangkutan ditolak.
 
Adapun, hasil tes urine dari 10 warga binaan yang dimaksud menunjukkan status negatif atau tidak terbukti menggunakan narkoba.

Baca juga: Jalan kaki tak bermanfaat bila kualitas udara buruk
Baca juga: Diet jauhkan penyakit paru-paru kronik

Pewarta: Muhammad Arif Hidayat/Devita Maulina
Editor: Tunggul Susilo
COPYRIGHT © ANTARA 2024