Jakarta (ANTARA) - Sejumlah pakar keamanan siber menyebut perlunya regulasi untuk mengatur kebebasan di ruang digital, dalam diskusi Internet freedom, technology and human rights yang digelar di @america Jakarta, Rabu.

Pakar keamanan siber Amerika Serikat sekaligus Pendiri Stratigos Security, Beau Woods mengatakan undang-undang negaranya mendorong kebebasan berbicara dan berekspresi, termasuk di ruang digital.

Namun menurut dia, perlu kehati-hatian untuk bebas berekspresi di ruang siber seperti media sosial, penggunaan kecerdasan buatan, agar tidak berimplikasi besar terhadap membahayakan keamanan penggunanya.

"Jadi kita harus sangat berhati-hati dan sadar mengenai pilihan yang kita buat agar keterbukaan total dalam berekspresi adalah sebuah pilihan, sama halnya dengan pembatasan apapun juga merupakan sebuah pilihan" kata Woods.

Senada, Kepala ekosistem edukasi Telkom Indonesia Sri Safitri mengatakan walaupun ada kebebasan berpendapat di internet, tetap harus berhati-hati untuk mengunggah apapun.

Menurutnya meski internet memberi banyak informasi, ia juga menimbulkan beberapa ancaman seperti penyalahgunaan internet, kesenjangan digital, dan lainnya.

Sehingga tanpa perlindungan yang tepat, kebebasan tersebut adalah suatu kemewahan bagi penyalahguna.

Safitri mengatakan pemberlakuan regulasi diperlukan untuk memastikan bahwa masyarakat memiliki hak asasi manusia, dan juga kebebasan daring.

"Gunakan dengan bijak. Meskipun ada premis bahwa internet harus memberikan kebebasan daring, namun saat ini jika tidak ada pengakuan dan pedoman etika, maka hal tersebut perlu kita persiapkan terlebih dahulu," ujar dia.

Dalam kesempatan yang sama, Pendiri PIKAT (Pusat kecerdasan buatan dan inovasi teknologi) Demokrasi, Damar Juniarto mengatakan manusia serta teknologi yang menjunjung kebebasan berinternet, juga harus berada dalam regulasi.

Jika tidak, maka manusia tidak akan memiliki kebebasan berinternet.

Damar mengatakan di Asia Tenggara, kebebasan berpendapat tidak sama dengan yang dilakukan negara-negara Barat.

"Namun di Asia Tenggara, banyak sekali negara yang mengawasi warganya. Banyak negara membatasi kebebasan dan juga mencoba mengendalikan pers," ujar dia.

Idealnya, kata Damar, jika menginginkan kebebasan internet, berarti harus ada upaya masyarakat untuk mendorong pemerintah, memastikan peraturan tersebut melindungi masyarakat , dan memberi tahu masyarakat bahwa hal tersebut penting.

Baca juga: Serangan 'ransomware' global meningkat 49 persen selama 2022-2023
Baca juga: Tiga faktor penting jadi kunci jaga keamanan siber
Baca juga: Menkominfo: Implementasi keamanan siber hadirkan peluang


 

Pewarta: Devi Nindy Sari Ramadhan
Editor: Azis Kurmala
COPYRIGHT © ANTARA 2024