Urumqi (ANTARA) - Pereli veteran Sun Xiangyan sudah tidak asing lagi dengan reli lintas alam paling terkenal di China, Reli Taklimakan. Namun, balapan tahun ini menghadirkan kegembiraan sekaligus kecemasan baru mengingat navigatornya tak lain adalah putrinya sendiri, Ma Xin.

"Perasaan saya benar-benar berbeda. Navigator-navigator saya sebelumnya sangat berpengalaman, tetapi putri saya benar-benar pemula," kata Sun, yang kini sedang berkompetisi dalam Reli Taklimakan keempatnya.

Sun telah lama menjadi sosok istimewa di kancah balap China. Dikenal karena ketangguhan dan kecakapan teknisnya, Sun secara konsisten bersaing dengan para pereli pria dalam reli yang sangat melelahkan itu.

Sebelumnya di tahun ini, dia menjadi wanita China pertama yang berhasil menyelesaikan Reli Dakar.

Pada balapan-balapan sebelumnya, Sun kerap membawa Ma, yang kala itu masih sangat muda, untuk menonton.

Tidak seperti saudara kembarnya yang pendiam, sejak kecil Ma memang sangat lincah dan aktif. Setiap kali Sun mengangkat trofi, mata Ma berbinar-binar penuh kekaguman.
 
Sun Xiangyan (depan) dan putrinya, Ma Xin, bersiap memasuki lintasan reli. (Xinhua/Chen Shuo)      

"Ketika saya memenangkan kejuaraan, dia tampak lebih bahagia daripada saya," kata Sun. Melihat semangat sang putri yang besar untuk balapan, Sun memutuskan untuk membiarkan Ma mencobanya.

Pada April lalu, sebulan sebelum Reli Taklimakan, gadis berusia 19 tahun itu mendapatkan lisensi balapnya.

Duo ibu-anak ini memutuskan untuk bekerja sama, menjadikan mereka satu-satunya pasangan ibu dan anak yang ikut serta dalam perlombaan tahun ini.

Balapan melintasi Gurun Taklimakan, yang dikenal sebagai "Lautan Kematian", bukanlah hal yang mudah. Lingkungan yang ekstrem, etape jarak jauh yang rumit, dan tekanan yang tinggi menjadi tantangan tersendiri bagi para pereli yang paling berpengalaman sekalipun, apalagi bagi pereli pemula seperti Ma.

Menentukan arah menggunakan buku panduan jalan (road book), memantau komputer reli, dan berkoordinasi dengan sistem GPS, Ma berjuang di dalam mobil yang melaju kencang dan berguncang-guncang.

"Sebelum datang ke sini, saya pikir ini hanya soal mengemudi di padang pasir, seperti yang Anda lihat di film-film. Saya tidak menyangka akan sesulit ini," tuturnya.
 
 Sun Xiangyan bersama putrinya, Ma Xin, saat mengikuti Reli Taklimakan di Xinjiang, Daerah Otonomi Uygur, China, pada 22 Mei 2024. (Xinhua/Chen Shuo)    

Pada etape khusus kedua, panas yang ekstrem di gurun pasir menyebabkan Ma menderita sengatan panas (heatstroke).

Pasir sehalus bubuk membuat matanya pedih. Karena memakai helm dan tangannya sibuk memegangi buku navigasi, Ma tidak bisa mengusap mata. Menghadapi kesulitan seperti itu untuk pertama kalinya, Ma tidak bisa membendung air mata.

Sun harus memperlambat laju dan terus menyemangati putrinya untuk tetap bertahan. Saat mereka mencapai garis finis, Ma sudah kelelahan tetapi berhasil menyerahkan kartu catatan waktu (time card) mereka.

"Melihat ketidaknyamanan yang dialaminya sangat sulit bagi saya," kata Sun. "Namun, tidak ada yang bisa kami lakukan selain terus maju."

Saat Ma perlahan-lahan beradaptasi dengan kecepatan reli, dia menunjukkan potensi, membantu Sun menembus 35 besar dalam satu etape. Sun sangat puas dengan penampilan putrinya.

"Dia jauh melampaui ekspektasi saya. Dia cukup berbakat dan gigih. Tentunya, dia melewatkan beberapa detail selama balapan, tetapi itu sudah bisa diperkirakan," kata Sun.
 
   Ma Xin memberikan instruksi kepada sejumlah siswa yang berkunjung ke kamp, pada ​​​​27 Mei 2024. (Xinhua/Chen Shuo)

Untuk ke depannya, mereka sama-sama memiliki sikap yang berpikiran terbuka. Sun percaya bahwa untuk menjadi seorang navigator yang hebat membutuhkan usaha yang sangat besar, mempelajari prinsip-prinsip mekanik dan perbaikan mobil, serta meningkatkan stamina fisik dan mental.

Perjalanan sang putri masih panjang. "Dia mengalami sejumlah kemajuan, tetapi saya ingin memberinya waktu beberapa tahun untuk berkembang," kata Sun.

Pengalaman unik berbalapan bersama ibunya ini telah mengajari Ma, yang kini sudah cukup umur, tentang nilai kegigihan. Ma kini lebih memahami kerja keras di balik berbagai penghargaan yang diraih ibunya.

"Saya akan bekerja keras untuk melihat apakah saya memiliki bakat untuk menjadi pembalap," ujar Ma. "Jika saya bisa, saya akan melanjutkan tekad ini."
 

Pewarta: Xinhua
Editor: Junaydi Suswanto
COPYRIGHT © ANTARA 2024