Jakarta (ANTARA) - Kementerian Perindustrian melaporkan bahwa industri tekstil kembali bergairah atau ekspansif setelah pada bulan-bulan sebelumnya mengalami kontraksi atau penurunan produksi, berdasarkan rilis Indeks Kepercayaan Industri (IKI) pada bulan Mei 2024.

“Industri tekstil sejak April—Mei 2024, IKI-nya sudah ekspansif. Itu artinya bahwa industri tersebut sudah mulai banyak pesanan, banyak memproduksi dan produknya sudah mulai banyak masuk pasar domestik maupun ekspor,” ucap Juru bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis.

Meski demikian, Febri mengatakan bahwa Kemenperin bersama dengan asosiasi tekstil dan industri tekstil dan produk tekstil lainnya akan tetap memantau perkembangan industri ini. Hal ini dilakukan untuk memastikan kelancaran peredaran produk dan dampaknya terhadap industri dalam negeri, menyusul adanya Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 tentang Relaksasi Aturan Impor.

Pengawasan ini akan difokuskan pada produk pakaian jadi atau tekstil yang baru saja keluar dari kontainer-kontainer yang sempat tertahan di berbagai pelabuhan di Indonesia beberapa waktu lalu.

Kemenperin dan asosiasi ingin memastikan bahwa produk-produk tersebut tidak mengganggu pasar domestik dan tidak berdampak negatif pada produksi industri tekstil dan produk pakaian jadi dalam negeri.

“Kami akan memantau bagaimana peredarannya di pasar dan dampaknya pada produksi industri tekstil dan industri pakaian jadi,” tutur dia.

Baca juga: Industri manufaktur RI masih ekspansif, sektor tembakau menurun

Baca juga: Asosiasi sebut gempuran impor hambat pertumbuhan TPT dalam negeri


Pemantauan juga akan dilakukan terhadap industri-industri yang mengalami relaksasi persyaratan impor, seperti tekstil, besi baja, produk tekstil, produk kimia, produk elektronik, keramik, dan kosmetik.

Febri mengatakan nilai IKI bulan Mei 2024 belum menangkap dampak pemberlakuan Permendag Nomor 8 Tahun 2024. Oleh karena itu, Kementerian Perindustrian akan terus mengawasi keluarnya produk impor yang direlaksasi tersebut dari pelabuhan, terutama untuk produk hilir atau produk jadi.

"Kami akan terus memantau seberapa jauh dampak dari pelepasan penumpukan kontainer terhadap pesanan dan produksi di industri-industri tersebut," pungkasnya.

Kemenperin pada Kamis merilis IKI untuk bulan Mei 2024 yang mencapai ekspansi 52,50, meningkat 0,20 poin dibandingkan April 2024 yang sebesar 52,30. Nilai ini juga meningkat 1,60 poin dibandingkan dengan nilai IKI pada Mei tahun lalu yang sebesar 50,90.

Dari 23 subsektor industri pengolahan, hanya satu subsektor yang mengalami kontraksi, yakni industri pengolahan tembakau.

Sejak Februari 2024, nilai IKI industri pengolahan tembakau sudah berada pada “border” atau di kisaran 50. Hal ini disebabkan oleh kontraksi yang semakin besar dari nilai IKI produksi.

Menurunnya nilai IKI produksi subsektor industri pengolahan tembakau disebabkan oleh penurunan pesanan domestik, yang dipengaruhi maraknya penjualan rokok ilegal di tengah berbagai pembatasan yang diberlakukan, di antaranya pembatasan penayangan iklan rokok di media massa dan kenaikan cukai.​​​​​​

IKI adalah indikator yang dibuat oleh Kementerian Perindustrian untuk mengukur tingkat optimisme pelaku usaha di sektor industri manufaktur terhadap kondisi perekonomian. Indikator ini juga merupakan gambaran kondisi usaha industri pengolahan dan prospeknya hingga enam bulan ke depan.

Baca juga: Kemenperin: Subsidi motor listrik sudah tersalurkan 30.083 unit

Baca juga: Kemenperin sebut industri TPT khawatir gempuran impor


Pewarta: Shofi Ayudiana
Editor: Agus Salim
COPYRIGHT © ANTARA 2024