Jakarta (ANTARA) - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menilai besarnya porsi penduduk Indonesia yang masih usia anak menjadi pasar yang menguntungkan bagi industri rokok karena mereka dapat berpotensi menjadi konsumen rokok dalam jangka panjang.

"Saya kira upaya industri mengintervensi terus-menerus agar perokok pemula usia 8 tahun, usia 10 tahun jika kita bayangkan sampai 60 tahun tentu industri punya waktu panjang mempertahankan konsumen," kata Wakil Ketua KPAI Jasra Putra dalam seminar daring yang diikuti di Jakarta, Kamis.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) per 2023, jumlah penduduk di Indonesia mencapai 278,69 juta jiwa dengan porsi penduduk anak sebesar 29,2 persen atau 79,4 juta jiwa.

Dikatakannya, intervensi industri rokok seperti pemberian tanggung jawab sosial, beasiswa, menjadi sponsor acara olahraga, masih kerap ditemukan di sejumlah daerah di Indonesia.

Padahal, sebenarnya Indonesia telah memiliki sejumlah peraturan yang melindungi hak-hak anak, yakni Konvensi Hak Anak yang diratifikasi melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990, dan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

"Perlindungan terhadap hak anak, dalam hal ini dari intervensi industri rokok, masih belum optimal," katanya.

Baca juga: Asosiasi komitmen lindungi anak-anak dari tembakau alternatif
Baca juga: Lentera Anak: Aturan soal zat adiktif jadi harapan 80 juta anak bangsa


Menurut Jasra Putra, negara masih belum menjalankan prinsip-prinsip Konvensi Hak Anak (KHA), yakni non diskriminasi, kepentingan terbaik bagi anak, menjamin kelangsungan hidup dan perkembangan anak, serta menghormati pandangan anak.

"Kepentingan terbaik bagi anak, bukan kepentingan orang dewasa atau kepentingan industri tapi ada kepentingan anak, bahkan negara membuat instrumen yang namanya Forum Anak. Sudah-kah pengambil kebijakan bertanya kepada anak terkait hal-hal yang menyangkut tentang kepentingan diri anak, tentang kesehatan anak?" katanya.

Pihaknya mencontohkan adanya Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) tingkat desa, kecamatan, hingga nasional, yang seharusnya melibatkan partisipasi anak dalam membuat keputusan.

Jasra Putra juga mempertanyakan implementasi dari Suara Anak yang selalu diperdengarkan di hadapan Presiden atau Wakil Presiden RI pada setiap peringatan Hari Anak Nasional.

"Dari 10 suara anak misalnya, berapa yang diakomodir dan dijalankan oleh pemerintah, baik di tingkat bawah maupun nasional?" katanya.

Baca juga: Pemkot Bogor konsisten terapkan perda KTR, awasi perokok usia anak
Baca juga: KPPPA; Dibutuhkan kolaborasi banyak pihak sosialisasikan bahaya rokok
Baca juga: LPAI minta ada regulasi turunan UU Kesehatan lindungi anak dari rokok

 

Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Budhi Santoso
COPYRIGHT © ANTARA 2024