Jakarta (ANTARA) -
Jam baru menunjukkan pukul 04.45 WIB, namun pasangan lansia Rania (69) dan Karya (70) sudah berpakaian rapi keluar dari unit apartemennya yang berlokasi di jantung Kota Tangerang.

Keduanya mendorong tas belanjaan berisi sayur mayur, bumbu halus, daging, tahu, dan bahan makanan lain sambil berjalan cepat menuju lift yang akan mengantarkan mereka ke Lantai 6A tempat pujasera apartemen.

Di salah satu sudut pujasera itu, keduanya membuka kedai gudeg dan bubur kendil tampah yang mereka namakan “Kedai Moro Seneng” sejak 2 tahun lalu.

Berbelanja ke pasar, memasak, membersihkan unit apartemen, bertukar cerita masa lalu dengan sesama pemilik kedai, dan mengikuti senam pagi setiap akhir pekan telah menjadi aktivitas Rania dan Karya sejak memasuki usia purnatugas.

Rania pensiunan auditor dari salah satu kantor akuntan publik kenamaan, sementara Karya pensiunan penerbang maskapai swasta. Keduanya pensiun dalam keadaan sehat dengan sederet pencapaian.

Oleh karena itu, mereka merasa hari-hari terasa begitu lambat selama 2 tahun pertama usai resmi dirumahkan. Rasa bosan dan kebingungan akibat terhentinya rutinitas yang telah dilakoni puluhan tahun membuat mereka sempat mengalami stres ringan hingga berakhir mendapatkan layanan rawat inap di rumah sakit.

Selama 2 tahun pertama tersebut, Rania dan Karya bukan tidak berusaha mencari aktivitas, mulai dari mengantar jemput para cucu, rutin mengunjungi jamuan nikah sanak saudara, perawatan dan fisioterapi, hingga ikut arisan bersama keluarga dekat.

Namun begitu, semua aktivitas tersebut masih belum bisa menyingkirkan rasa jenuh dan bosan mereka yang terbiasa memburu waktu semasa usia produktif.

Hingga pada pertengahan tahun 2018, Rania secara tidak sengaja mengikuti pelatihan memasak dan mengemas produk makanan Nusantara yang diselenggarakan oleh Dinas Sosial (Dinsos) bersama Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kota Tangerang.

“Berkat pelatihan itu, saya kepikiran bikin gudeg, makanan kesukaan kami. Saya jadi ada semangat buat masak berat, seperti gudeg dan bubur kendil terus dicobain ke tetangga unit kiri kanan. Biasanya kan cuman masak rebusan doang, makanan lansia lah. Ya gak kepikiran dibagikan. Sementara pas masih kerja pengen di dapur, tapi gak pernah punya waktu,” tutur Rania​​​​​

Seolah tak mau ketinggalan, Karya pun berangsur memiliki aktivitas baru. Pada malam hari, ia menjadi sibuk berbelanja ke pasar induk yang terletak di seberang apartemen mereka.
 
Alon-alon waton kelakon (pelan-pelan tapi sampai ke tujuan). Begitulah Rania menekuni kesibukannya memotong lengkuas, mengupas kunyit, membersihkan kulit sapi, mengaduk cendil di dapur apartemen yang terbilang sempit.

Dari mulut ke mulut, gudeg dan bubur kendil Rania mempunyai penggemar di apartemen tersebut. Dari merekalah, Rania memiliki keberanian untuk sekadar "iseng-iseng berhadiah" menjual hasil olahan tangannya tersebut.

“Kalau uang pensiunan kami berdua ya alhamdulillah lebih dari cukup, kami bahkan masih bisa kasih cucu uang jajan rutin tiap bulan. Cuman nggak ada kegiatan itu yang sempat membuat kami drop, makanya kami jualan. Ya ini makanya jualannya gak ngoyo cari untung,” ujar Karya.


Karir kedua yang menyelamatkan

Setali tiga uang dengan apa yang dirasakan Rania, pembicara sekaligus Komisaris Independen PT Ciputra Development Antonius Tanan pun mengamini karir kedua memang menjadi jalan tengah yang harus diupayakan oleh para lansia.

Baginya dan para lansia lain yang menjalani masa purnatugas dalam keadaan sehat dan bugar, karir kedua tak ubahnya penyelamat jitu dari rasa bosan dan jenuh akibat terlalu banyak memiliki waktu luang.

“Keharusan untuk menjalani karir kedua pada dasarnya bermanfaat terhadap kesehatan fisik maupun mental lansia itu sendiri,” tutur  Antonius dalam gelar wicara daring bertajuk “Bincang Seru Karir Kedua” yang diselenggarakan oleh Kementerian Sosial di Jakarta pada pekan ini.
 
Bekerja pada bidang yang diminati dinilai justru dapat menyehatkan lansia karena memberikan kesenangan, kesejahteraan, sekaligus ruang untuk bersosialisasi.

“Kalau kita bekerja, melakukan apa yang kita suka, itu menyehatkan dan juga menyejahterakan sehingga para lansia dan keluarga harus berpikir mengambil karir kedua, bukanlah berpikir berhenti bekerja, tetap bekerja mengerjakan sesuatu yang kita suka,” imbuhnya.

Oleh karena itu, proses pencarian karir kedua bukanlah untuk kemajuan dan pengembangan ekonomi maupun kapasitas diri sebagaimana pada fase karir pertama ketika muda.
 
Namun sebaliknya, fase karir kedua bagi lansia ialah seputar mengisi waktu luang dengan tetap menjadi produktif sehingga trennya sudah pasti melambat.
 
“Kata kuncinya adalah kemajuan dan perkembangan. Oleh karena itu, pada masa karir kedua, jangan berpikir tentang kemajuan dan perkembangan seperti ambisi pada karir pertama. Pada masa karir yang kedua itu untuk menurun pelan-pelan,” jelasnya.

Pada kesempatan berbeda, Plt. Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial Pepen Nazaruddin menambahkan pihaknya pun telah menyiapkan sederet pelatihan hingga pemberian modal bagi lansia agar dapat berkesempatan menjalani karir kedua.

“Untuk lansia yang masih potensial akan diberikan bantuan Pahlawan Ekonomi Nusantara atau Pena. Kami lihat kan banyak tuh lansia yang usia 60 tahun masih produktif, ya tentu kami bantu,” ujar Pepen.

Selain untuk mencari kesibukan, tidak sedikit lansia yang memiliki pengalaman profesional serta etos kerja yang luar biasa sehingga masih mampu menekuni berbagai keterampilan baru, seperti memasak, menjahit, melukis, mengajar, bernyanyi, dan yang lainnya.

Lansia itu punya pengalaman luar biasa sehingga ketika mempekerjakan mereka karena potensinya, pengalamannya, atau bahkan keterampilannya, itu lebih bagus lagi. "Jadi, umur 60 sampai 65 itu kalau masih sehat ya lebih baik bisa memberikan sesuatu gitu kan daripada karena kategori lansia sudahlah diam saja," ujarnya.

Dengan kondisi tersebut, sangat disayangkan bila lansia tidak melakukan aktivitas profesional apa pun usai memasuki masa purnatugas.

Masih banyak aktivitas produktif yang bisa dilakukan lansia, yang membuat sisa hidup mereka tetap bermakna.

Editor: Achmad Zaenal M

 

Pewarta: Hana Dewi Kinarina Kaban
Editor: Achmad Zaenal M
COPYRIGHT © ANTARA 2024