Jakarta (ANTARA) - Kementerian Agama (Kemenag) RI menilai salam lintas agama yang selama ini berkembang di kalangan masyarakat sebagai bagian dari praktik baik merawat kerukunan umat.

"Salam lintas agama adalah praktik baik kerukunan umat. Ini bukan upaya mencampuradukkan ajaran agama. Umat tahu bahwa akidah urusan masing-masing dan secara sosiolologis salam lintas agama perkuat kerukunan dan toleransi," kata Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag RI Kamaruddin Amin dalam keterangan di Jakarta, Jumat.

Kamaruddin menyebut selama ini salam lintas agama menjadi sarana menebar damai yang juga merupakan ajaran setiap agama, sekaligus menjadi wahana bertegur sapa dan menjalin keakraban.

"Sebagai sesama warga bangsa, salam lintas agama bagian dari bentuk komitmen untuk hidup rukun bersama, tidak sampai pada masalah keyakinan," ujarnya.

Di negara bangsa yang sangat beragam atau multikultural, lanjut Kamaruddin, artikulasi keberagamaan harus merefleksikan kelenturan sosial yang saling menghormati dengan tetap menjaga akidah masing-masing.

Baca juga: Haram, MUI: Tidak boleh campuradukkan ucapan salam dari agama lain

"Salam lintas agama adalah bentuk komunikasi sosial yang secara empiris terbukti produktif dan berkontribusi meningkatkan kualitas kerukunan umat beragama," ucapnya.

Menurut Kamaruddin, ikhtiar merawat kerukunan penting untuk terus diupayakan dengan cara menguatkan kohesi dan toleransi umat, bukan mengedepankan tindakan yang mengarah kepada hal yang bersifat segregasi.

"Ikhtiar merawat kerukunan ini berbuah hasil. Praktik baik warga telah meningkatkan indeks kerukunan umat beragama," lanjutnya.

Kamaruddin juga memaparkan data Indeks Kerukunan Umat Beragama pada tiga tahun terakhir mengalami peningkatan, dengan rincian pada 2021 sebesar 72,39, lalu naik menjadi 73,09 pada 2022, kemudian pada 2023 kembali naik menjadi 76,02.

Ia menambahkan terdapat riwayat hadis yang mengatakan Rasulullah pernah berucap salam kepada sekumpulan orang yang terdiri dari Muslim dan non-Muslim. Dalam Kitab Bahjat al-Majaalis yang ditulis oleh Ibn Abd al-Barr (160), salam merupakan penghormatan bagi sesama Muslim dan jaminan keamanan bagi non-Muslim yang hidup berdampingan.

"Dalam beragama diperlukan sikap luwes dan bijaksana, sehingga antara beragama dan bernegara bisa saling sinergi," ucap Kamaruddin Amin.

Baca juga: Wamenag: Masalah salam, kedepankan dialog


 

Pewarta: Sean Filo Muhamad
Editor: Risbiani Fardaniah
COPYRIGHT © ANTARA 2024