Jakarta (ANTARA) -
Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Ai Maryati mengungkapkan bahwa tiga tahun terakhir ini merupakan situasi darurat pornografi.
 
KPAI menyebutkan tiga tahun terakhir adalah situasi darurat pornografi yang kemudian diikuti dengan berbagai pengungkapan aparat penegak hukum yang menunjukkan kompleksitas anak-anak masuk di dalam industri pornografi.

"Ini sudah sangat meluas dan bahkan masuk antarnegara," katanya saat ditemui di Jakarta, Jumat.
 
Ai juga menjelaskan situasi anak-anak dalam pornografi itu setidaknya menunjukkan dua kerentanan.
 
Pertama, mereka sebagai subjek beredarnya
tindak kejahatan menggunakan anak di dalam membangun sebuah industri yang menghasilkan limpahan materi.
 
Kedua, tentu saja anak-anak juga sangat berpeluang menjadi pasar besar yang mereka dikirimkan. Mereka juga menunjukkan dan menikmati supaya ada dampak ketergantungan atas tayangan tadi.

"Ini tentu saja termasuk konten pornografi lainnya, bukan hanya konten anak, konten dewasa dan lain sebagainya," katanya.

Baca juga: Kasus video porno anak, Polisi: Tersangka kelola ratusan akun
 
Ai menambahkan bahwa dua hal ketergantungan atau kerentanan ini sangat memprihatinkan bagi semua.
 
Dia juga mengapresiasi kinerja pihak Kepolisian yang mengungkapkan kasus penyebaran video porno anak melalui aplikasi yang dilakukan oleh tersangka DY (25) ini.
 
"Meskipun demikian tentu ini masih menjadi PR, karena pengungkapannya saya kira bukan hanya seseorang yang berinisial DY," katanya.

Ini harus terus diungkap karena setidaknya penerima manfaat atas situasi ini bukan hanya mereka yang menyebarkan, tetapi yang memproduksi konten ini.
 
Selain itu Ai berharap adanya koordinasi antarpemangku kepentingan di antaranya Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

Baca juga: Polisi ungkap penjualan video porno anak lewat aplikasi Telegram dan X
 
Karena PPATK memiliki sejumlah kewenangan, tadi disampaikan ada yang berupa e-wallet dan secara konvensional transfer rekening sehingga bisa ditelusuri darimana saja akumulasi dana itu.

"Sehingga bisa dilacak siapa penerima manfaat, kemudian yang berasal dari bisnis pornografi" katanya.
 
Wakil Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Kombes Polisi AKBP Hendri Umar mengungkapkan bahwa tersangka DY (25) dalam kasus penyebaran dan penjualan video porno anak mengelola ratusan akun.
 
"Pelaku memiliki 105 grup atau channel Telegram di antaranya, VVIP BOCIL, VVIP INDO BOCIL 1, VVIP INDO BOCIL 2, INDO VIRAL, SELEBGRAM, LIVE BAR BAR, SKANDAL, VCS, ASIA," katanya saat ditemui di Jakarta pada Jumat.
 
Hendri juga menjabarkan bahwa dari total 2.010 video yang disebarkan sejak November 2022, diperkirakan pelaku meraup ratusan juta rupiah dari hasil penjualan paket grup Telegram tersebut.

Pewarta: Ilham Kausar
Editor: Sri Muryono
COPYRIGHT © ANTARA 2024