Pekanbaru (ANTARA) - Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), Indah Anggoro Putri mengatakan pihaknya menerima pengaduan pemutusan hubungan kerja (PHK) per April 2024, sebanyak 30.000 orang lebih.

"Puluhan ribu tenaga kerja yang diajukan untuk PHK itu berasal dari industri padat karya dan industri secara kontras berplatfom digital, karena memang tidak mampu untuk eksis, dan sejumlah BUMN yang tidak mampu bertahan," kata Indah dalam keterangannya di Pekanbaru, Jumat.

Ia mengatakan secara mikro potensi PHK memang besar, pertama akibat persaingan transportasi bisnis dengan tingkat persaingan tidak dapat dielakkan, gaya hidup konsumen yang berubah dengan intervensi digitalisasi. PHK juga akibat usaha bisnis banyak yang tutup serta dampak sosial dari boikot pembelian produk-produk Israel, ketidakmampuan perusahaan bertahan dengan segala dinamika.

Baca juga: Dukung buruh, Menaker sebut pemerintah tolak adanya PHK sepihak

"Dengan segala keadaan tersebut, kita juga tetap terus meningkatkan ikhtiar untuk mencegah PHK semaksimal mungkin. Kemnaker mengharapkan perusahaan selalu menjadikan keputusan PHK itu yang paling akhir, diantara berbagai opsi keputusan, jika PHk, harus disepakati oleh pekerja dan pengusaha/pemberi kerja," katanya.

Ikhtiar berikutnya adalah memastikan pemantauan tingkat kesejahteraan pekerja swasta dan BUMN, sehingga Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kemnaker semakin intensif di 2024, untuk terus menggaungkan dan memasifkan pentingnya kesejahteraan pekerja di tempat kerja.

Secara regulasi UU 13 tahun 2003, di pasal 100 sudah mengamanatkan perusahaan wajib menyediakan kesejahteraan pekerja.

Selain itu, pemerintah juga terus berupaya mewujudkan kesejahteraan pekerja, pemenuhan beberapa fasilitas di tempat kerja, fasilitas penunjang untuk ruang anak saat ibunya bekerja, perolehan asupan gizi yang baik bagi pekerja yang sedang hamil, kendaraan antar jemput untuk pekerja shift malam, serta memasifkan penerapan keluarga berencana melalui edukasi untuk meningkatkan akseptor KB di perusahaan.

Kepala BKKBN Provinsi Riau Mardalena Wati Yulia mengatakan pihaknya sudah bergerak bersama Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) untuk meningkatkan penjaringan akseptor KB baru.

Baca juga: Kemnaker: Perusahaan padat karya bisa sesuaikan upah untuk cegah PHK

Baca juga: Kemnaker dorong dialog bipartit dan tripatit untuk hindari PHK


"Sebab, pekerja perempuan di perusahaan potensial masuk dalam unmet need/kebutuhan ber-KB yang tidak terpenuhi, PUS yang tidak ingin memiliki anak lagi atau ingin menjarangkan kelahiran, tetapi tidak memakai kontrasepsi," katanya.

Karena itu, katanya, pihaknya perlu memastikan ketersediaan alat kontrasepsi (alkon), terutama fasilitas kesehatan yang berada di perusahaan tersebut, serta tenaga medis yang memberikan layanan KB bagi akseptor.

"Untuk alkon di Riau tersedia cukup hingga tahun 2025, jika kurang, Riau bisa meminta ke Pemerintah Pusat atau bantuan dari antar-provinsi dengan metode distribusi silang dinamis, yakni provinsi yang memiliki kelebihan stok alkon bisa mendistribusikan ke daerah lain yang kekurangan," katanya.

Pewarta: Frislidia
Editor: Endang Sukarelawati
COPYRIGHT © ANTARA 2024