Jakarta (ANTARA) - Pemerintah Indonesia mengutamakan diplomasi pada krisis yang terjadi di kawasan Timur Tengah agar tidak memberikan pengaruh pada perekonomian nasional.

Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika Kementerian Luar Negeri RI Abdul Kadir Jailani dalam diskusi daring yang diikuti di Jakarta, Senin, menyebut konflik yang terjadi di Timur Tengah memiliki potensi cukup besar mempengaruhi perekonomian nasional.

Abdul mengatakan krisis Timur Tengah memberikan dampak ekonomi cukup riil, salah satunya dinamika pasar minyak.

Jika konflik di sana tidak dapat dihentikan, keterlibatan petempur Houthi yang dapat menghalangi rantai pasok di Laut Merah, akan meningkatkan biaya energi serta rantai pasok dan tentunya juga mempengaruhi nilai tukar.

"Indonesia memiliki kepentingan untuk mengelola krisis ini bukan hanya dari persoalan solidaritas, tapi melainkan juga untuk melindungi kepentingan nasionalnya," ujar Abdul.

Abdul mengatakan diplomasi yang dilakukan pemerintah saat ini adalah aktif di dunia internasional guna mendorong gencatan senjata di Gaza, untuk menurunkan eskalasi kekerasan.

Kedua yakni mendorong segera terwujudnya bantuan kemanusiaan untuk rakyat di Gaza.

"Dan yang ketiga yang lebih penting lagi adalah penyelesaian yang lebih panjang, yaitu mewujudkan ataupun memulai kembali pembelajaran damai antara Israel dan Palestina dengan tujuan untuk mewujudkan two state solution (solusi dua negara)," ujar Abdul.

Selain itu ia melihat pada beberapa minggu ke belakang, hubungan Iran dengan Israel cukup tegang dan kemungkinan perang juga sangat besar.

Hal tersebut akan mengkhawatirkan jika berkembang menjadi konflik tingkat regional ataupun perang kawasan, yang berpotensi memberi dampak pada sektor moneter.

Baca juga: Kelompok Houthi Yaman kembali serang "kapal Israel" di Mediterania
Baca juga: Agresi Israel paksa 1 juta lebih warga Palestina mengungsi dari Rafah

Pewarta: Devi Nindy Sari Ramadhan
Editor: Arie Novarina
COPYRIGHT © ANTARA 2024