Jakarta (ANTARA) - Konsultan manajemen global Kearney mengingatkan bahwa bank-bank syariah di Indonesia harus mempertimbangkan lima faktor untuk berkembang di tengah transformasi dan perubahan dalam industri perbankan.

Kelima faktor tersebut adalah konsolidasi, spesialisasi, pendanaan, model operasional baru dan digitalisasi. Hal itu sebagaimana diungkapkan Kearney dalam studinya bertajuk “Navigating The Syariah Banking Transformation” yang belum lama ini dirilis.

“Perbankan syariah Indonesia menerima perubahan dan inovasi untuk berkembang di lingkungan pasar yang terus berubah. Dengan beradaptasi secara strategis terhadap reformasi regulasi, mengeksplorasi spesialisasi, dan memprioritaskan kebutuhan nasabah, bank-bank syariah siap memimpin transformasi sektor perbankan Indonesia,” kata Presiden Direktur dan Partner Kearney Indonesia Shirley Santoso dalam keterangannya di Jakarta, Senin.

Kearney menilai Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 12 Tahun 2023 tentang Unit Usaha Syariah (UUS) membawa perubahan regulasi yang signifikan bagi perbankan syariah, termasuk persyaratan modal minimum dan mandat untuk pemisahan (spin-off) untuk UUS.

Dalam aturan itu, UUS dengan aset lebih dari Rp50 triliun atau dari total nilai aset bank umum konvensional (BUK) induknya wajib melakukan spin-off atau mendirikan perusahaan tersendiri dalam waktu dua tahun.

Kerangka regulasi ini, ditambah dengan merger penting seperti pembentukan Bank Syariah Indonesia (BSI), mendorong konsolidasi dan restrukturisasi dalam industri tersebut, sehingga membutuhkan penilaian ulang yang strategis di antara para pelaku pasar.

Baca juga: Survei ungkap risiko pemanfaatan teknologi AI pada sektor bisnis

Merujuk pada regulasi tersebut, jelas Kearney, bank-bank kini perlu memutuskan di sisi mana mereka ingin melakukan konsolidasi perbankan syariah termasuk dengan jalan mengakuisisi, mempertahankan bisnis dengan memenuhi persyaratan permodalan, atau menjual portofolio ke salah satu konsolidator yang sedang berkembang.

Kearney mengingatkan setiap pilihan tersebut harus dievaluasi secara menyeluruh oleh bank syariah termasuk mempertimbangkan konsekuensi bagi perusahaan, merek atau brand dan sumber daya manusia di dalamnya.

Dalam hal spesialisasi, Kearney menilai pentingnya bank syariah untuk memiliki segmen khusus, misalnya seperti segmen wealth and investments atau perbankan bisnis (business banking), untuk memperoleh pendanaan yang stabil secara independen.

Menurut Kearney, banyak bank syariah bergantung pada bank induknya untuk pendanaan. Untuk mendorong pertumbuhan, bank syariah harus menarik lebih banyak nasabah dengan menawarkan layanan yang kompetitif dan berinvestasi pada reputasi mereka.

Terkait model operasional, UUS yang resmi memisahkan diri dari induknya memerlukan struktur legal dan tata kelola yang terpisah serta perjanjian formal dengan bank induk, dan fungsi pendukung yang independen, sehingga memerlukan perubahan mendasar dalam model operasional.

Kemudian yang tak kalah penting yaitu terkait dengan aspek digitalisasi untuk meningkatkan layanan dan pengalaman nasabah. Selain itu, digitalisasi juga penting untuk mempertahankan daya saing di tengah lanskap perbankan syariah yang terus berubah.

Kearney merekomendasikan agar platform digital Indonesia untuk pembayaran, belanja online, dan aplikasi all-in-one dapat dimanfaatkan.

Para pemimpin bank syariah, menurut Kearney, harus memutuskan apakah akan berinvestasi dalam inovasi digital untuk tetap menjadi yang terdepan.

Baca juga: Konsultan: Indonesia butuh investasi TIK untuk capai ekonomi kuat 2045

Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Agus Salim
COPYRIGHT © ANTARA 2024