Kulon Progo (ANTARA) - Siang di Perbukitan Menoreh di Desa/Kalurahan Jatimulyo, Kapanewon Girimulyo, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, hening dan dingin. Kicau burung bertala tala di penjuru desa. Suasana perdesaan yang sejuk, diiringi kicauan burung membuat hati tenang dan tentram.

Desa/Kalurahan Jatimulyo menjadi kawasan konservasi yang dikelola secara mandiri oleh masyarakat setempat yang tergabung dalam Kelompok Tani Hutan (KTH) Wanapaksi. Wilayah itu memiliki wilayah geografis perbukitan, di dalamnya terdapat banyak kekayaan flora dan fauna tersimpan. Sekitar 105 jenis burung hidup di kawasan itu.

KTH Wanapaksi memiliki tujuan untuk membangun kualitas kesejahteraan hidup bersama untuk masa kini dan masa depan melalui kegiatan aneka usaha berwawasan konservasi. Dengan sasaran anggota kelompok adalah masyarakat yang berada di dalam dan di sekitar kawasan hutan.

Kegiatan Kelompok Tani Hutan (KTH) Wanapaksi, mulai dari konservasi burung, konservasi air dengan menanam, ada juga edukasi, serta kegiatan jaga lingkungan. Keanggotan KTH Wanapaksi sendiri, mulai dari petani, penderes, peternak kambing, warga yang dulunya pemburu dan pembudi daya lebah.

Ketua KTH Wanapaksi Suhandri menjelaskan bahwa kelompok itu adalah wadah berdiskusi buat mereka yang berdiskusi.

Seiring berjalannya waktu, berkembang pelestarian burung. Melihat, wilayah Jatimulyo memiliki kecocokan sebagai habitat burung, akhirnya dibuat kelembagaan yang fokus pada upaya pelestarian burung. Kemudian dibuatlah habitat dengan melakukan pendataan burung.

Sebelum dibentuk KTH Wanapaksi, banyak pemburuan burung di kawasan itu, namun pada 2014, Pemerintah Desa/Kalurahan Jatimulyo menerbitkan Peraturan Desa Nomor 8 Tahun 2014 tentang Kelestarian Lingkungan Hidup. Dengan adanya perdes tersebut, masyarakat berhenti berburu.

Masyarakat Jatimulyo mengembangkan vanili, cengkih, kopi, hingga tanaman sengon. Pogram itu mendorong Jatimulyo menjadi lokasi wisata alam berbasis konservasi. Tanaman ini menjadi sumber pendapatan tambahan bagi masyarakat, seiring kawasan Wanapaksi Jatimulyo sebagai objek wisata mandiri yang dikelola masyarakat.

Saat ini, KTH Wanapaksi tengah mengembangkan beberapa usaha, seperti peternakan lebah madu tanpa sengat (klanceng), usaha ekowisata pengamatan burung, dan program adopsi burung bersarang.


Melawan perburuan

Tujuh tahun lalu, di Jatimulyo masih marak perburuan yang dilakukan warga setempat dan warga dari luar wilayah tersebut, sehingga ekosistem burung di Jatimulyo perlahan berkurang dan menghilang.

Kekayaan alam tersebut tidak luput dari perburuan baik dilakukan oleh masyarakat. Melihat semakin berkurangnya berbagai kekayaan hayati di Jatimulyo, Pemerintah Kalurahan jatimulyo mengeluarkan Peraturan Desa Nomor 8 Tahun 2014 tentang Pelestarian Lingkungan Hidup yang di dalamnya memuat tentang pelestarian satwa, terutama pelestarian burung-burung di kawasan Kalurahan Jatimulyo.

Dalam perdes tersebut, menangkap burung di Desa Jatimulyo ditetapkan sebagai aktivitas terlarang, dengan denda minimal Rp5 juta bagi yang melanggar.
Implementasi dari perdes ini, kemudian  terbentuklah Kelompok Tani Hutan (KTH) Wanapaksi yang salah satu misinya adalah ikut melestarikan keanekaragaman hayati, termasuk program adopsi burung- burung bersarang.

Program adopsi burung-burung bersarang ini bertujuan untuk memulihkan populasi burung di Jatimulyo, dengan pelibatan masyarakat lokal agar masyarakat mendapatkan manfaat langsung dari penjagaan burung ini.

Idenya adalah memberikan apresiasi kepada pihak-pihak yang melakukan upaya pelestarian burung melalui penjagaan sarang dari ancaman perburuan. Sejak awal program ini berjalan pada 2016, KTH telah mencatat pertambahan jumlah individu Burung Sulingan (Cyomis banyumas) dari yang sebelumnya hanya sepasang menjadi enam pasang pada 2018.

Perdes ini efektif mengendalikan para pemburu burung. Kini sebagain besar burung langka dan dilindungi yang dahulu hampir hilang, kini kembali ditemukan., seperti emprit gantil, tunggak atau jenis burung hantu, tengkek, cucuk urang, tledekan, dan sulingan yang merupakan burung endemik perbukitan Menoreh.

Saat ini, Kalurahan Jatimulyo memiliki kekayaan flora dan fauna yang beragam, salah satunya adalah burung. Tercatat 105 jenis burung yang ditemukan, baik itu burung penetap ataupun burung migrasi. Kekayaan jenis burung tersebut didukung oleh kondisi geografis Jatimulyo yang berupa daerah karst, dengan lahan milik masyarakat yang sebagian besar ditanami pepohonan dengan sistem agroforestry.


Adopsi burung

KTH Wanapaksi mengembangkan program adopsi burung bersarang dan berkembang biak di Desa Jatimulyo. Program ini untuk menjaga kelestarian alam Pegunungan Menoreh dan meningkatkan populasi jenis burung yang terancam punah.

Kemudian, adopsi burung ini untuk mengapresiasi masyarakat yang telah berperan dalam perlindungan burung dan habitatnya.

Adopsi burung juga memberi manfaat langsung secara ekonomi bagi masyarakat. Saat ini, KTH Wanapaksi Jatimulyo menjadi tempat perlindungan burung yang dilakukan oleh masyarakat. Kemudian, sebagai sarana pengembangan riset mengenal burung bagi para peneliti.

Selain itu, adopsi burung memberi kesempatan luas bagi perorangan, kelompok, lembaga/institusi, maupun sektor pribadi untuk berkontribusi dalam pelestarian burung.


Menjaga lingkungan alam

Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Kulon Progo mengajak masyarakat untuk menjaga lingkungan alam dan habitatnya, seperti yang dilakukan KTH Wanapaksi di Jatimulyo, yakni konservasi flora dan fauna.

Bidang Tata Lingkungan DLH Kulon Progo mencatat penghargaan Kalpataru yang diterima KTH Wanapaksi dari Kementerian Lingkungan Hidup dapat memotivasi kelompok lain yang mempunyai potensi khusus di wilayahnya untuk dikembangkan.

Pembangunan tetap berjalan, tapi konservasi terhadap lingkungan juga tetap berjalan. Sehingga, 20 tahun ke depan, lingkungan di Kulon Progo masih nyaman untuk flora dan fauna, serta keanekaragaman hayati yang dipertahankan.

DLH Kulon Progo melakukan identifikasi potensi wilayah dengan mengirim surat kepada seluruh kalurahan di daerah itu untuk melakukan pendataan potensi dan kegiatan peduli lingkungan. Hal ini sebagai upaya mempertahankan lingkungan alam.
 

Pewarta: Sutarmi
Editor: Masuki M. Astro
COPYRIGHT © ANTARA 2024