Jakarta (ANTARA) -
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus memperkuat karakteristik produk di perbankan syariah dan prinsip kehati-hatian serta manajemen risiko Bank Perekonomian Rakyat Syariah (BPRS).

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae di Jakarta, Selasa, mengatakan penguatan tersebut dilakukan dengan menerbitkan Pedoman Produk Pembiayaan Musyarakah Perbankan Syariah dan Pedoman Kerja Sama Channeling antara BPRS dengan Fintech P2P Financing pada Mei lalu.
 
Pedoman Produk Pembiayaan Musyarakah Perbankan Syariah merupakan pedoman kedua setelah pada 2023, OJK menerbitkan Pedoman Produk Pembiayaan Murabahah Perbankan Syariah.

"Penerbitan pedoman ini merupakan salah satu amanat Undang-undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) untuk memperkuat dukungan pengembangan produk dan layanan perbankan syariah, mendorong inovasi dan diversifikasi produk, sehingga lebih sesuai dengan kebutuhan masyarakat serta dapat bersaing secara efektif dalam pasar keuangan," kata Dian.
 
Berdasarkan data statistik perbankan syariah, akad murabahah dan akad musyarakah merupakan akad yang dominan digunakan dalam pembiayaan perbankan syariah sehingga diperlukan suatu acuan implementasi dalam rangka memberikan kesamaan pandangan kepada pihak-pihak terkait sehingga meminimalisir terjadinya sengketa.
 
Berdasarkan data Statistik Perbankan Syariah posisi Februari 2024, total pembiayaan kedua akad tersebut mencapai hampir 92 persen dari total pembiayaan.
 
Persentase pembiayaan musyarakah tercatat sebesar 47,91 persen yang selanjutnya disusul pembiayaan murabahah sebesar 43,88 persen dibandingkan seluruh pembiayaan perbankan syariah di Indonesia.
 
Sejalan dengan amanat UU P2SK tersebut, OJK melalui Roadmap Pengembangan dan Penguatan Perbankan Syariah Indonesia (RP3SI) 2023-2027 berupaya untuk mendorong penguatan karakteristik perbankan syariah melalui pengembangan produk yang bersifat inovatif dan berdaya saing tinggi serta memiliki keunikan syariah.
 
Produk perbankan syariah yang bersifat unik dan tidak terdapat pada perbankan konvensional merupakan suatu keunggulan yang harus dimanfaatkan oleh perbankan syariah sehingga dapat menjadi pilihan utama masyarakat.
 
"Dalam menjaga karakteristik dan keunikan produk perbankan syariah sesuai dengan prinsip syariah dan prinsip prudensial perlu disusun sebuah pedoman produk bagi perbankan syariah. Pedoman ini dapat dijadikan acuan dalam pelaksanaan produk secara lebih terperinci dan komprehensif,” ujar Dian.
 
Pedoman Produk Pembiayaan Musyarakah disusun OJK bekerja sama dengan Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia (MUI), pelaku industri perbankan syariah dan pemangku kepentingan lainnya.
 
Pedoman Produk Pembiayaan Musyarakah diharapkan dapat melengkapi Peraturan OJK (POJK) terkait yang bersifat penjelasan lebih rinci dan teknis serta dilengkapi dengan berbagai macam contoh sehingga memudahkan bagi pelaku industri dalam implementasinya.
 
Pedoman produk itu merupakan pembaharuan dan penyempurnaan dari Standar Produk Musyarakah yang diterbitkan oleh OJK pada 2016.

Pedoman produk pembiayaan musyarakah memuat beberapa hal diantaranya ketentuan pembiayaan musyarakah secara umum, para pihak yang terlibat dalam pembiayaan musyarakah, dan ketentuan terkait modal dan cakupan/ruang lingkup kegiatan usaha yang dapat dibiayai serta metode dan mekanisme distribusi hasil usaha.
 
Pedoman tersebut juga mengatur tentang mekanisme restrukturisasi dan konversi dari pembiayaan dengan akad lainnya menjadi pembiayaan dengan akad musyarakah, mekanisme pelunasan dipercepat, mekanisme penyelesaian pembiayaan bermasalah, serta mekanisme pengalihan pinjaman dari lembaga keuangan konvensional serta pengalihan pembiayaan dari lembaga keuangan syariah menjadi pembiayaan musyarakah.
 
Selain itu, pedoman itu juga memiliki pengaturan tentang skema-skema yang dapat dilakukan menggunakan akad pembiayaan musyarakah dilengkapi dengan ilustrasi dan pencatatan sehingga pedoman ini menjadi lebih komprehensif dan memudahkan industri dalam implementasi pembiayaan musyarakah
 
OJK pada Mei lalu juga menerbitkan Pedoman Kerja Sama Channeling antara BPRS Dan Fintech P2P Financing untuk terus memperkuat penerapan prinsip kehatian-hatian dan manajemen risiko BPRS dalam pengembangan kerja sama dengan Penyelenggara Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) atau Fintech Peer-to-Peer (P2P) Financing berdasarkan prinsip syariah.
 
Perkembangan dan persaingan industri keuangan syariah dalam era digital saat ini menjadi tantangan bagi BPR Syariah untuk dapat lebih adaptif dan responsif terhadap pemenuhan kebutuhan nasabah.
 
"Pedoman ini merupakan bentuk dukungan dalam proses digitalisasi agar BPR Syariah dapat melakukan sinergi serta kolaborasi dengan industri jasa keuangan syariah lainnya antara lain seperti Fintech P2P Financing dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian, prinsip syariah serta manajemen risiko yang baik," tuturnya.
 
Pedoman tersebut juga diterbitkan agar sinergi dan kolaborasi antara BPR Syariah dan Fintech P2P Financing dapat berjalan dengan baik dan memberikan manfaat bagi kedua industri.
 
“Pedoman ini disusun secara principal based, sehingga dapat menyesuaikan dengan kebutuhan industri yang bersifat dinamis dan memerlukan respon kebijakan yang relevan dan tepat waktu,” kata Dian.
 
Sejalan dengan Roadmap Pengembangan dan Penguatan Perbankan Syariah Indonesia (RP3SI) tahun 2023-2027, akselerasi digitalisasi layanan perbankan syariah merupakan salah satu strategi dalam mengakselerasi layanan perbankan syariah termasuk BPR Syariah melalui sinergi dan kerja sama dengan Fintech P2P Financing.
 
Sinergi dan kerja sama tersebut diharapkan mampu mendorong penerapan dan pemantauan teknologi informasi sesuai dengan ketentuan layanan perbankan digital serta mendorong digitalisasi layanan BPR Syariah. Upaya kerja sama dalam rangka digitalisasi ini juga diharapkan dapat memberikan efek positif bagi pengembangan industri BPR Syariah secara umum.
 
Pedoman Kerja Sama Bank Perekonomian Rakyat (BPR) Syariah dengan Fintech P2P Financing ini disusun bekerja sama dengan DSN-MUI, pelaku industri perbankan syariah, pelaku industri Fintech P2P Financing dan pemangku kepentingan lainnya.
 
Pedoman itu dapat menjadi pelengkap Peraturan OJK (POJK) terkait dan memberikan penjelasan yang lebih rinci, teknis serta dilengkapi dengan berbagai macam skema dan alur pembiayaan menggunakan akad syariah sehingga mempermudah pelaku industri di BPR Syariah dan Fintech P2P Financing dalam implementasinya.
 
Pedoman tersebut menekankan beberapa penerapan manajemen risiko dan tata kelola yang baik pada kerja sama BPRS dengan Fintech P2P Financing, antara lain pengaturan hak dan kewajiban diantara para pihak dalam Perjanjian Kerja Sama (PKS) pembiayaan, jenis akad yang dapat digunakan, serta langkah-langkah dan alur kerja sama pembiayaan berdasarkan akad yang digunakan.
 
Pedoman itu juga menekankan tentang keharusan bagi BPR Syariah dan Fintech P2P Financing untuk memiliki SOP kerjasama, melakukan analisa pembiayaan, serta mitigasi risiko pembiayaan dan risiko lainnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku, serta monitoring dan penanganan pembiayaan bermasalah.
 
Kedua pedoman di industri perbankan syariah tersebut merupakan komitmen OJK untuk terus memperkuat pengaturan dan pengawasan serta di sisi lain memberikan ruang sinergi dan kolaborasi bagi BPR Syariah dengan Fintech P2P Financing dalam mengakselerasi pembiayaan serta berkontribusi dalam meningkatkan tingkat literasi dan inklusi keuangan syariah di Indonesia.

Baca juga: OJK sebut IPO BPR dan BPRS akan dilakukan secara bertahap
Baca juga: OJK ungkap tiga tantangan struktural yang dihadapi BPR/BPRS
Baca juga: LPS salurkan klaim simpanan nasabah per 29 April sebesar Rp237 miliar
 
 

Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
Editor: Faisal Yunianto
COPYRIGHT © ANTARA 2024