Jakarta (ANTARA) - Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Sumatera Utara (Sumut) menekankan pentingnya harmonisasi regulasi guna percepatan program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR).

"Harmonisasi regulasi perlu menjadi perhatian utama untuk mengatasi tantangan percepatan PSR seperti masalah legalitas lahan dan hambatan birokrasi, persoalan kepastian hukum dalam legalitas lahan, kawasan hutan, dan perlindungan hukum bagi pelaku usaha," ujar Ketua Gapki Sumut Timbas Prasad Ginting dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.

Integrasi kebijakan dan kelembagaan, lanjutnya, menjadi fokus utama dalam upaya mengatasi tantangan tersebut, dengan menekankan pentingnya sinergi dan kolaborasi antara pemerintah, pelaku industri, dan pemangku kepentingan lainnya untuk mendukung keberlanjutan industri kelapa sawit.

Dijelaskan Timbas bahwa permasalahan masuknya kawasan hutan ke dalam lahan sawit menjadi isu krusial yang mempengaruhi pelaksanaan PSR. Padahal, dalam UU Cipta Kerja, terdapat pasal yang menyebutkan bahwa Kementerian LHK harus mengeluarkan areal di bawah 5 hektare milik petani dari kawasan hutan.

Baca juga: Realisasi ekspor CPO Februari 2024 mencapai 2,17 juta ton

"Petani yang memiliki areal di bawah 5 hektare ini harus dikeluarkan dari kawasan hutan. Ini harus diharmonisasi lalu harus dikeluarkan. Kalau Dinas Kehutanan kurang dana, bisa minta ke pemerintah, ada dana (sawit), DBH sawit juga ada," tegasnya.

Pada kesempatan tersebut Timbas juga memaparkan penyelenggaraan Indonesian Palm Oil Stakeholders Forum (IPOS Forum) ke-9 yang digelar Gapki Sumut di Medan pada 30- 31 Mei 2024 dengan menghasilkan 10 rekomendasi bagi keberlanjutan industri sawit.

Kesepuluh rekomendasi tersebut yakni penguatan koordinasi dan kelembagaan, yang mana diperlukan penguatan koordinasi antar lembaga, termasuk Kementerian ATR/BPN, KLHK, Ditjenbun, termasuk dukungan BPDPKS.

Penyederhanaan regulasi dan persyaratan, tambahnya, regulasi yang lebih sederhana dan transparan perlu diterapkan untuk meminimalkan hambatan birokrasi dan meningkatkan kepastian hukum.

Baca juga: Gapki sebut 513 ribu hektare kebun sawit petani perlu peremajaan

Kemudian pengembangan database dan sistem verifikasi, peningkatan pendampingan dan edukasi, pengalokasian dana yang efektif.

Penanganan masalah legalitas dan kawasan hutan, lanjutnya diperlukan intervensi tingkat eksekutif untuk menangani masalah tumpang tindih lahan sawit dengan kawasan hutan.

Perlindungan hukum bagi pelaku usaha dan pejabat birokrasi, tambahnya, kemudian kolaborasi antara pemerintah, akademisi, dan pemangku kepentingan.

Rekomendasi lainnya yakni mengurai simpul birokrasi melalui integrasi kebijakan dalam pelaksanaan regulasi serta integrasi kebijakan dan kelembagaan untuk keberlanjutan industri sawit termasuk pembentukan Badan Sawit Nasional.

Timbas menyebutkan IPOS Forum 2024 mengambil tema "Dukungan Pemerintah Dalam Perlindungan dan Penegakan Hukum Untuk Investasi Industri Sawit” yang menitikberatkan kepada percepatan peremajaan sawit rakyat (PSR) sebagai langkah strategis bagi peningkatan produksi dalam upaya mengimbangi bertambahnya konsumsi sawit.

Pewarta: Subagyo
Editor: Adi Lazuardi
COPYRIGHT © ANTARA 2024