Jakarta (ANTARA) - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) RI mengharapkan keberlanjutan dukungan terhadap upaya percepatan penangan masalah ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme.

Deputi Bidang Kerja Sama Internasional BNPT RI Andhika Chrisnayudhanto mengatakan keberlanjutan dukungan berbagai pihak, mulai dari skala nasional hingga internasional menjadi salah satu aspek penting dalam upaya tersebut.

“(Keberlanjutan dukungan) untuk memperkuat, memperluas, dan mempercepat dampak program terkait upaya pencegahan dan penanganan ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme,” kata Andhika sebagaimana keterangan tertulis diterima di Jakarta, Selasa.

Andhika menyebut, Strive Juvenile merupakan salah satu contoh program yang dinilai berhasil untuk memaksimalkan dampak dan mempercepat upaya melawan terorisme atau ekstremisme kekerasan di Indonesia.

Strive Juvenile, imbuh dia, dilaksanakan sejak tahun 2021 dengan dukungan Uni Eropa. Program tersebut fokus pada isu penanganan anak-anak yang terkait dengan terorisme.

“Adapun kerja sama ini dilanjutkan setelah melakukan Donor Coordination Meeting 2023 lalu dan mendapat tambahan dukungan dari negara Australia dan Kanada melalui program lanjutan, yakni Preventing and Responding to Child Association with Terrorist Groups 2024–2026," katanya.

Adapun BNPT telah mengajukan resolusi mengenai penanganan anak yang terasosiasi dengan kelompok teroris. Resolusi tersebut, kata dia, mendapat pengesahan secara konsensus pada Sidang Ke-33 Komisi Pencegahan Kejahatan dan Peradilan Pidana (CCPCJ) di Wina, Mei lalu.

Andhika menjelaskan hal itu dalam Donor Coordination Meeting di Jakarta, Senin, (3/6). Turut hadir dalam kesempatan itu, yakni pakar penanggulangan terorisme Eropa untuk Asia Tenggara, Marc Vierstratete-Verlinde.

Marc menuturkan, keseriusan Indonesia dalam menangani isu ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme merupakan salah satu alasan mendasar Uni Eropa ingin bekerja sama dengan RI.

“Beberapa tahun yang lalu, kami memutuskan untuk bekerja sama dengan Indonesia karena kami melihat Indonesia adalah salah satu negara penggerak di ASEAN dalam hal penanggulangan isu ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme ini,” jelas Marc.

Dia juga mengapresiasi hadirnya Indonesia Knowledge Hub (I-KHub) sebagai platform koordinasi antar aktor untuk mencegah dan melawan ekstremisme kekerasan (PCVE) di Indonesia, baik kementerian, lembaga, mitra pembangunan dan lembaga internasional.
 
“Sebagai platform mekanisme kerja sama dan kolaborasi, I-KHub memiliki peran penting untuk mengkonsolidasikan sumber daya beragam pihak untuk upaya pencegahan ekstremisme, termasuk dengan menggelar kegiatan ini,” tuturnya.

Donor Coordination Meeting tahun ini turut dihadiri oleh perwakilan diplomatik negara asing di Indonesia, perwakilan mitra pembangunan, serta organisasi internasional yang selama ini telah menunjukkan kontribusinya dalam upaya pencegahan dan penanggulangan ekstremisme kekerasan dan terorisme.

Pewarta: Fath Putra Mulya
Editor: Agus Setiawan
COPYRIGHT © ANTARA 2024