Bantul (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta menggagas gerakan pembuatan sebanyak 5.000 jugangan atau lubang di tanah di seluruh wilayah ini untuk mengolah sampah organik guna mendukung program Bantul Bersih Sampah 2025 (Bantul Bersama).

"Gerakan pembuatan 5.000 jugangan itu digagas Kelurahan Caturharjo, Kecamatan Pandak, dan pemerintah setuju karena itu juga bagian dari tindak lanjut dari edaran tentang pengolahan sampah yang saya tandatangani," kata Bupati Bantul Abdul Halim Muslih disela acara Semarak Gerakan 5.000 Jugangan di Bantul, Rabu.

Meski demikian, kata dia, pengolahan sampah dengan memanfaatkan jugangan atau lubang di tanah tersebut, nantinya harus dipastikan bahwa sampah yang dibuang atau dikubur di jugangan benar-benar merupakan sampah organik.

"Dan harus dipastikan benar benar yang masuk ke jugangan hanyalah sampah organik saja, para orang tua kita terdahulu dengan jugangan tidak pernah ada masalah sampah, waktu saya kecil sampah organik di tempat saya itu tidak menjadi masalah," katanya.

Baca juga: Pemkot Jakpus ajak warga kelola sampah dari rumah

Dia mengatakan sampah yang dihasilkan masyarakat tersebut mayoritas atau sekitar 70 persen merupakan sampah organik, sehingga kalau pemerintah bersama masyarakat bisa menyelesaikan sampah organik, maka sisanya hanya tinggal 30 persen.

"Kan sederhana sebetulnya, tetapi dalam praktiknya kita masih gagap di dalam mengelola sampah organik ini, makanya cukup dibuatkan jugangan, tetapi harus dipastikan plastik tidak boleh masuk, logam tidak boleh masuk," katanya.

Selain itu, kata dia, zat-zat kimia berbahaya tidak boleh masuk ke dalam jugangan, agar tidak menjadi persoalan di kemudian hari pada pengolahan sampah organik.

"Jadi, yang boleh masuk ke jugangan hanyalah sisa makanan, nasi, sayuran, buah buahan, apalagi saat ini buah buahan sudah bisa dibuat ecoenzim, sehingga malah semakin banyak variasi kita bisa mengolah sampah organik," katanya.

Dia juga mengatakan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Bantul juga semakin memiliki banyak opsi, banyak alternatif dalam pengelolaan sampah organik, bahkan sampah organik bisa diolah untuk komposter, bisa untuk ecoenzim.

"Atau kalau kita tidak mau repot ya dibuang ke jugangan itu, jadi intinya kalau bisa menyelesaikan sampah organik itu kita tinggal menyelesaikan sampah nonorganik yang hanya 30 persen, sederhana konsepnya, tetapi susah, makanya kita butuh waktu," katanya.

Baca juga: Pemkab Sleman wajibkan seluruh pegawai memiliki biopori
Baca juga: TPST Sendangsari Sleman mulai olah sampah menjadi RDF


Pewarta: Hery Sidik
Editor: Indra Gultom
COPYRIGHT © ANTARA 2024