Jakarta (ANTARA) - Ketua Umum Pengurus Besar (PB) Mathla’ul Anwar K.H. Embay Mulya Syarief mengatakan bahwa sila pertama Pancasila, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, menjadi perekat bangsa Indonesia yang majemuk.
 
Menurut dia, semua manusia dilahirkan dalam keadaan bertuhan atau memiliki keimanan kepada Tuhan. Dengan sama-sama meyakini Tuhan Yang Maha Esa, berarti secara logis memiliki konsekuensi berupa sikap toleran kepada mereka yang berbeda keimanannya.
 
"Konsekuensi logis dari sama-sama meyakini adanya Tuhan yang satu, berarti seseorang akan makin menghargai kondisi bangsa Indonesia yang sangat majemuk," kata Embay dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu.
 
Ulama asal Banten itu mengatakan bahwa keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa bisa menjadi platform untuk berpikir dan berdiskusi bersama terkait dengan toleransi, tidak terkecuali bagi umat Islam.
 
K.H. Embay engatakan bahwa Islam adalah agama yang mengajarkan perdamaian kepada pemeluknya, seperti yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw. Dengan begitu, umat Islam seharusnya bisa menjadi jembatan yang menghubungkan perbedaan yang ada.
 
"Sejatinya Islam adalah agama yang mengajarkan toleransi. Hal ini pun telah dicontohkan oleh Rasulullah melalui Piagam Madinah yang mempersaudarakan pendatang dengan penduduk asli (Muhajirin dan Anshar), orang Arab dengan non-Arab, serta muslim dengan non-muslim," kata dia.
 
Ia menambahkan bahwa keragaman Indonesia merupakan rahmat Tuhan yang harus disikapi dengan penuh rasa syukur. Hal ini mengingat tidak banyak negara di dunia yang berhasil menaungi kemajemukan suku dan bangsa seperti Indonesia dengan ideologi Pancasila.
 
"Oleh karena itu, kita patut bersyukur dengan harus terus merawat kebinekaan yang merupakan takdir dari Allah Swt.," tuturnya.
 
Mengakhiri penjelasannya, K.H. Embay menyoroti pentingnya menghayati tiap butir sila dalam Pancasila.
 
Pancasila adalah lima gagasan pokok yang saling berkaitan sehingga tidak mungkin memilih untuk menjalankan sebagian dengan meninggalkan butir sila lainnya.
 
"Sebagai contoh, sila kelima Pancasila yang mengulas tentang keadilan sosial, tidak akan dapat terwujud jika mengabaikan aspek ketuhanan dan aspek kemasyarakatan," tandasnya.

Baca juga: Mengoreksi kekeliruan seputar tokoh pengusul rumusan dasar negara
Baca juga: Pengamalan Pancasila dalam budaya digital

Pewarta: Nadia Putri Rahmani
Editor: D.Dj. Kliwantoro
COPYRIGHT © ANTARA 2024