Jakarta (ANTARA) - Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) RI Hadi Tjahjanto mengatakan upaya penerapan pidana bersyarat dalam penegakan hukum dinilai efektif untuk menekan jumlah narapidana di lembaga permasyarakatan (Lapas)

"Untungnya adalah nantinya di setiap lembaga permasyarakatan tidak terlalu penuh. Apalagi yang sekarang sudah over kapasitas (penghuni, red) ya dan sifat hukumannya kan ada pengawasan dan kerja sosial," kata Hadi saat ditemui di Jakarta Pusat, Rabu.

Menurut Hadi, ketentuan penerapan pidana bersyarat ini sudah ada di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) pasal 14a – pasal 14f KUHP tentang Pidana Bersyarat.

Dalam pasal tersebut, penegak hukum nantinya harus mengedepankan konsep keadilan restorasi atau restorative justice untuk narapidana yang dihukum maksimal satu tahun kurungan penjara.

Dengan demikian, narapidana dengan vonis maksimal satu tahun tidak harus menjalankan pidana kurungan penjara melainkan melakukan kerja sosial.

Baca juga: Menkumham menanggapi kelebihan kapasitas tahanan

Baca juga: Lapas Bojonegoro terapkan bebas bersyarat karena kelebihan penghuni


Sebenarnya, pasal tersebut bukanlah barang baru yang dimiliki penegak hukum. Para penegak hukum hanya belum menggunakan pasal tersebut secara maksimal karena tidak ada pedomannya.

Kini, lanjut Hadi, pedoman untuk menggunakan pasal tersebut telah dibentuk dan disepakati oleh Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM).

Pedoman tersebut dikatakan Hadi, akan disosialisasikan oleh tiga instansi tersebut ke jajarannya selama dari Juni 2024 hingga November 2024

Hal tersebut dilakukan agar penerapan restorative justice bisa dilakukan secara maksimal di seluruh daerah.

Dengan demikian, pasal tersebut diharapkan bisa berlaku secara maksimal bahkan sebelum Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru bisa berlaku di tahun 2026.

Pewarta: Walda Marison
Editor: Chandra Hamdani Noor
COPYRIGHT © ANTARA 2024