Beijing (ANTARA) - China berharap Korea Selatan maupun Korea Utara dapat menahan diri pasca Presiden Korsel Yoon Suk Yeol menyatakan negara tersebut menangguhkan sepenuhnya perjanjian militer pada 2018.

"Kami berharap pihak-pihak terkait tetap berkepala dingin dan menahan diri, tetap berhati-hati, dan memainkan peran konstruktif dalam memastikan perdamaian dan stabilitas di Semenanjung Korea," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Mao Ning dalam konferensi pers di Beijing, Rabu.

Dewan Kabinet dan Presiden Korsel Yoon Suk Yeol pada Selasa (4/6) menangguhkan seluruh perjanjian militer mengenai penurunan ketegangan militer di garis depan yang ditandatangani pada 19 September 2018 dengan Korea Utara.

Penangguhan itu dilakukan sebagai buntut pengiriman sekitar 1.000 balon sampah dari Korea Utara yang berisi puntung rokok, kotoran hewan, hingga potongan kain bekas pada pekan lalu dan juga mengacak sinyal GPS Korsel di Laut Kuning di lepas pantai barat Semenanjung Korea sejak akhir Mei 2024.

"Menegakkan perdamaian dan stabilitas di Semenanjung Korea adalah kepentingan bersama semua pihak. Beberapa bulan terakhir terlihat ketegangan yang terus berlanjut di Semenanjung Korea dan meningkatnya permusuhan serta konfrontasi di antara pihak-pihak terkait," ungkap Mao Ning.

China, sebut Mao Ning prihatin atas perkembangan tersebut dan berkomitmen untuk menjaga perdamaian dan stabilitas di Semenanjung Korea.

"Kami juga mendukung pihak-pihak terkait meningkatkan hubungan melalui dialog dan menentang perkataan atau tindakan apa pun yang meningkatkan ketegangan," tambah Mao Ning.

Akibat dari penangguhan tersebut adalah Korsel dapat melanjutkan latihan tembak untuk meningkatkan pertahanan garis depan. Saat ini, masing-masing unit diizinkan untuk menyusun rencana pelatihan di dekat Garis Demarkasi Militer dan pulau-pulau Korsel di perbatasan sebelah barat laut.

Penangguhan itu juga memungkinkan Korsel memulai kembali kampanye propaganda dengan pengeras suara di sepanjang perbatasan dengan Korut. Korsel sebelumnya telah menggunakan kampanye dengan pengeras suara sebagai tindakan balasan atas apa yang dianggap sebagai provokasi serius Korut.

Kampanye dengan pengeras suara itu dianggap sebagai taktik perang psikologis dari Perang Korea 1950-1953. Kampanye terakhir kali dilakukan pada 2016, setelah Pyongyang melakukan uji coba nuklir keempatnya namun berhenti beberapa hari sebelum KTT antar-Korea pada 2018.

Sedangkan Pyongyang mengatakan bahwa balon sampah ke Korsel merupakan pembalasan atas misi serupa yang dikirim ke arah utara oleh para aktivis Korsel karena telah mengirim sekitar 2.000 USB flash drive berisi lagu-lagu penyanyi trot Korea Selatan Lim Young-woong, serta musik K-pop dan serial K-drama melalui balon ke Korut pada 10 Mei.

Pyongyang diketahui memberlakukan undang-undang pada 2020 yang memungkinkan pemerintah menghukum siapa pun yang memiliki atau mendistribusikan konten media dalam jumlah besar dari Korsel dengan hukuman penjara seumur hidup atau bahkan hukuman mati.
Baca juga: Korsel bersumpah akan balas jika Korut memprovokasi
Baca juga: Ratusan produsen asal China ikuti pameran di Jakarta

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Guido Merung
COPYRIGHT © ANTARA 2024