Jakarta (ANTARA) - Kementerian Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) masih mengupayakan komunikasi dengan anak perempuan difabel korban asusila berinisial AS (15) asal Kalideres, Jakarta Barat.

"Akan terus dilakukan upaya itu melalui juru bahasa isyarat, meskipun ada beberapa kendala di lapangan," kata Plt. Asisten Deputi Pelayanan Anak Kemen PPPA, Atwirlany Ritonga saat dihubungi di Jakarta, Kamis.

Ia memberikan contoh, bahasa isyarat spesifik yang hanya digunakan oleh korban dan keluarga, serta korban yang selalu menangis saat pertanyaan mengarah kepada pelaku.

"Kadang-kadang anak korban disabilitas itu memiliki bahasa isyarat yang dia atau keluarga pahami sendiri. Jadi, bukan bahasa isyarat resmi yang digunakan, misalnya ada kode-kode bahasa ibu atau bahasa isyarat ibu. 

Menurut Atwirlany, penanganan terhadap korban butuh intervensi khusus sehingga ibu atau keluarga korban dibutuhkan partisipasi untuk berkomunikasi dengan korban.

Baca juga: Anak difabel korban asusila di Jakbar lakukan visum di RSUD Tarakan

"Jadi, untuk korban anak disabilitas ini perlu intervensi khusus. Perlu dukungan keluarga. Jangan sampai, ibu atau keluarga terdekat juga tidak paham karena ini akan menjadi hambatan dalam prosesnya," katanya. 

Mengenai respon korban yang selalu menangis ketika pertanyaan mengarah ke pelaku, Kemen PPPA belum memberikan justifikasi mengenai motif.

"Ya banyak faktor sehingga tidak bisa dijustifikasi nangis ini karena mungkin bisa jadi karena trauma," katanya.

Oleh karena itu, pihaknya terus memeriksa potensi figur yang membuat korban merasa terancam dan sebagainya.

Menurut dia, motif korban menangis adalah hal yang kompleks dan perlu ditelusuri lebih lanjut.

Baca juga: Anak difabel korban asusila disebut ketakutan lihat seragam sekolah

"Jadi faktornya enggak bisa tunggal, harus dilihat secara kompleks," katanya. 

Adapun hasil komunikasi dengan korban akan dikoordinasikan dengan Polres Metro Jakarta Barat sebagai dukungan atau masukan terhadap penyelidikan yang dilakukan.

"Jadi, kehadiran kami waktu itu, Rabu (29/5), tidak hanya mendampingi proses pembuatan laporan polisi, tapi juga menanyakan terkait bagaimana nanti proses hukum ke depan. Termasuk jalur-jalur apa sih yang bisa ditempuh untuk menaikkan ke tahapan berikutnya. Supaya prosesnya tidak terlalu lama," kata Atwirlany.

Sementara itu, paman korban, Suwondo membenarkan kesulitan Kemen PPPA dan Polres Jakbar untuk berkomunikasi dengan korban.

"Selama ini saya dampingi adik ke polres, kantor Kemen PPPA, melibatkan penerjemah bahasa, karena mereka sendiri merasa kesulitan. Pada saat hal-hal prinsip ditanyakan ke korban, si korban pasti nangis misalnya ketika ditanya 'kamu sama siapa hamil'," kata Suwondo.

Baca juga: Anak difabel korban asusila didampingi Kemen PPPA datangi Kepolisian

Menurut keterangan Suwondo, polisi telah mendatangi sekolah korban di wilayah Kalideres, Jakarta Barat untuk memeriksa beberapa orang guru.

"Kemarin, Senin (3/6), polisi ke sekolah, ya tetap pihak sekolah bilang kalau kejadian itu enggak di sekolah. Polres juga mengundang tiga guru untuk dimintai keterangannya di Polres," kata Suwondo.

Pewarta: Redemptus Elyonai Risky Syukur
Editor: Edy Sujatmiko
COPYRIGHT © ANTARA 2024