Jakarta (ANTARA) - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis, memanggil mantan Sekretaris Daerah Kota Bandung Ema Sumarna untuk diperiksa sebagai saksi pengembangan penyidikan dugaan korupsi pengadaan CCTV Program Bandung Smart City di Pemerintah Kota Bandung.

"Hari ini bertempat di Balai Pengembangan Kompetensi PUPR Wilayah IV Bandung, tim penyidik menjadwalkan pemanggilan dan pemeriksaan saksi mantan Sekda Kota Bandung Ema Sumarna," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis.

Sejumlah pejabat Kota Bandung juga turut dipanggil penyidik KPK untuk dimintai keterangan terkait perkara yang sama, para saksi tersebut yakni Anggota DPRD Kota Bandung Yudi Cahyadi, Kepala BKAD Kota Bandung Agus Slamet, dan Pejabat Pengadaan Dinas Perhubungan Kota Bandung Hari Hartawan.

Kemudian Kasubag Program Dinas Pendidikan Kota Bandung Chandra Bakhtiar Giovanni, Kasubag Program Dinas Kesehatan Kota Bandung Detty Kurnia, Kasubag Program Diskominfo Kota Bandung Edi Ubaidilllah dan, pihak swasta yakni Direktur PT Mutiara Samudera Pasai Ahmad Djalaludin.

Baca juga: KPK sita 91 kendaraan terkait TPPU Rita Widyasari

KPK telah menetapkan eks Sekda Bandung Ema Sumarna sebagai salah satu tersangka dalam pengembangan penyidikan dugaan korupsi di lingkungan Pemerintah Kota Bandung.

Hal tersebut dibenarkan oleh kuasa hukum Ema Sumarna, Rizky Rizgantara, saat mendampingi kliennya menjalani pemeriksaan oleh KPK pada Kamis (14/3).

"Kami mendampingi klien kami menghadiri agenda pemeriksaan sebagai tersangka," kata Rizky di Gedung Merah Putih KPK.

Rizky mengatakan kliennya telah menerima salinan surat perintah dimulainya penyidikan (SPDP) yang juga memuat soal penetapan status tersangka terhadap kliennya pada 5 Maret 2024.
​​​​
Dalam perkara tersebut, Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung, Jawa Barat, Rabu (13/12/2023), menjatuhkan vonis empat tahun penjara kepada terdakwa mantan Wali Kota Bandung Yana Mulyana dalam perkara suap pengadaan CCTV Bandung Smart City.

Selain hukuman pidana, hakim dalam sidang putusan di Pengadilan Tipikor Bandung, Rabu, juga menghukum Yana Mulyana membayar denda sebesar Rp200 juta subsider tiga bulan penjara.

Hakim Ketua Hera Kartiningsih dalam amar putusannya menyatakan terdakwa Yana Mulyana terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi menerima gratifikasi dalam kasus proyek pengadaan CCTV pada Dinas Perhubungan Kota Bandung.

"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama empat tahun dan denda sejumlah Rp200 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayar diganti pidana hukuman tiga bulan,” kata Hera.

Majelis hakim menyatakan terdakwa Yana Mulyana terbukti menerima gratifikasi berupa uang dan fasilitas ke Thailand dari Benny selaku Direktur PT Sarana Mitra Adiguna (SMA), Andreas Guntoro selaku Vertical Slution Manager PT SMA, dan Sony Setiadi selaku Direktur PT Citra Jelajah Informatika (CIFO).

"Mengadili, menyatakan Yana Mulyana terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindakan korupsi secara bersama-sama dengan dakwaan beberapa perbuatan dan korupsi secara berlanjut,” katanya.

Selain itu, Yana Mulyana juga divonis pidana tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama dua tahun sejak dia selesai menjalani pidana pokoknya.

"Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang dijalani terdakwa dikurangi seluruh dari pidana yang dijatuhkan," tambah hakim.

Majelis hakim mengatakan hal yang memberatkan karena terdakwa Yana tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas tindak pidana korupsi.

Vonis majelis hakim itu lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang sebelumnya menuntut terdakwa dihukum lima tahun penjara.

Dalam sidang vonis itu, Yana dinilai telah melanggar ketentuan Pasal 12 A juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Baca juga: KPK panggil Romo Nitiyudo sebagai saksi perkara Abdul Ghani Kasuba
Baca juga: KPK tepis tudingan pencarian Harun Masiku hanya gimik

Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
Editor: Tasrief Tarmizi
COPYRIGHT © ANTARA 2024