Jakarta (ANTARA) - Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Soetjipto menyebutkan cost recovery atau pengembalian biaya operasional dari 2020 hingga 2023 terus mengalami penurunan.

"Cost recovery ini, sejak 2020 ini terus terjadi penurunan sehingga 2023 dari 8,1 miliar dolar AS sampai 7,7 miliar dolar AS," ujar Dwi dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi VII DPR RI di Jakarta, Kamis.

"Cost recovery" merupakan pengembalian biaya operasional yang dikeluarkan oleh pengusaha minyak dan gas bumi (migas) atau Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dengan cara pemotongan bagi hasil migas milik negara.

Beberapa Anggota Komisi VII DPR mempertanyakan perihal cost recovery kepada Kepala SKK Migas. Disebutkan bahwa cost recovery ini terus naik, namun lifting migas tidak mengalami peningkatan.

Dwi menjelaskan naiknya cost recovery dalam data yang dipaparkan karena  terdapat biaya yang belum dibayarkan, sehingga masuk pada beban tahun setelahnya.

Baca juga: Kepala SKK Migas sebut proyeksi investasi 2024 capai 16,1 miliar dolar

Baca juga: OIKN, SKK Migas jalin kemitraan untuk pembangunan ruang hijau di IKN


"Jadi di antara angka-angka ini ada warna merah ini, unrecovered cost yang tidak bisa dibayarkan oleh tahun-tahun sebelumnya, yang jadi beban tahun berjalan. Di tahun sesudahnya, ketika seluruh penerimaan busa membayar, itu yang merah, jadi kalau dikurangi yang merah jadi lebih turun lagi," katanya.

Lebih lanjut, Dwi menyebutkan cost recovery pada 2024 diperkirakan mencapai 8,3 miliar dolar AS, yang disebabkan oleh beban dari tahun sebelumnya.

"Pada 2024, kelihatan ada kenaikan karena harus membayar unrecovered cost 0,7 miliar dolar AS, di bawah yang sebenarnya beban di tahun-tahun sebelumnya," ujar Dwi.

Baca juga: SKK Migas: Peran PGN penting bagi ketahanan energi pada masa transisi

Baca juga: SKK Migas-Mubadala Energy temukan gas ke-2 di Blok South Andaman

 

Pewarta: Maria Cicilia Galuh Prayudhia
Editor: Agus Salim
COPYRIGHT © ANTARA 2024