Beijing (ANTARA) - Pemerintah China menjawab tuduhan Presiden Amerika Serikat Joe Biden yang menyebut mobil listrik asal China telah membanjiri pasar AS karena mendapat subsidi.

"Tahun lalu, China hanya mengekspor 13.000 kendaraan listrik ke AS. Dalam hal apa hal ini bisa disebut 'membanjiri' pasar AS?" kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Mao Ning dalam konferensi pers di Beijing, China pada Kamis.

Dalam satu wawancara dengan media di AS, Presiden Joe Biden pemerintah China memberikan subsidi atas kendaraan listrik asal Tiongkok sehingga membanjiri pasar AS sehingga AS juga akan mengambil tindakan terhadap produk asal China.

"Popularitas kendaraan listrik dan produk energi baru lain asal China di pasar global adalah hasil dari inovasi teknologi yang terus-menerus, rantai pasokan dan industri yang mapan, serta kemampuan dalam bersaing di pasar. Inilah yang terjadi ketika keunggulan komparatif kami memberikan apa yang dibutuhkan pasar," ungkap Mao Ning.

Mao Ning menyebut perusahaan-perusahaan kendaraan listrik dari China bersaing untuk mencapai keunggulan teknologi dan tidak mengandalkan subsidi pemerintah.

"Subsidi industri sebenarnya berasal dari AS dan negara-negara Eropa dan diadopsi secara luas oleh negara-negara di seluruh dunia. Kebijakan subsidi industri China secara ketat mematuhi peraturan WTO dan prinsip-prinsip keadilan, transparansi, dan non-diskriminasi," tambah Mao Ning.

China, kata Mao Ning, tidak pernah menggunakan subsidi yang dilarang WTO.

"Sebaliknya, AS adalah negara yang memberikan subsidi besar bagi industri dalam negerinya. Dalam beberapa tahun terakhir, AS menandatangani sejumlah undang-undang untuk melakukan intervensi langsung dalam alokasi sumber daya pasar melalui subsidi langsung dan tidak langsung yang berjumlah ratusan miliar dolar AS," ungkap Mao Ning.

Mao Ning menyebut praktik diskriminatif AS terhadap kendaraan listrik China melanggar aturan WTO, mengganggu stabilitas industri dan rantai pasok global serta pada akhirnya akan melemahkan kepentingan AS sendiri.

"China mendesak AS untuk sungguh-sungguh mematuhi prinsip-prinsip pasar dan peraturan perdagangan internasional, serta menciptakan pasar yang setara bagi perusahaan-perusahaan dari semua negara. China akan dengan tegas membela hak dan kepentingannya yang sah," kata Mao Ning.

Pada Mei 2024 lalu, Presiden Joe Biden memutuskan untuk menaikkan tarif impor barang-barang dari China senilai 18 miliar dolar AS (sekitar Rp286,9 miliar) berdasarkan Pasal 301 Undang-Undang Perdagangan tahun 1974 untuk melindungi pekerja dan bisnis AS.

Tarif kendaraan listrik berdasarkan Pasal 301 akan meningkat dari 25 persen menjadi 100 persen pada 2024. Alasannya adalah karena banyaknya subsidi dan praktik non-pasar yang menyebabkan risiko kelebihan kapasitas yang besar, ekspor kendaraan listrik China tumbuh hingga 70 persen pada 2022-2023 yang dianggap membahayakan investasi produktif di negara lain sehingga tarif 100 persen diharapkan dapat melindungi produsen AS dari praktik perdagangan tidak adil oleh China.

Menurut Gedung Putih, sudah terlalu lama pemerintah China menggunakan praktik-praktik non-pasar yang tidak adil, misalnya transfer teknologi yang dipaksakan dan pencurian kekayaan intelektual oleh China telah berkontribusi pada penguasaan China atas 70, 80, dan bahkan 90 persen produksi global untuk bahan-bahan penting yang diperlukan bagi teknologi, infrastruktur, energi, dan layanan kesehatan menciptakan risiko yang tidak dapat diterima terhadap rantai pasok AS dan keamanan ekonomi.

Selain itu, kebijakan-kebijakan dan praktik-praktik non-pasar yang sama berkontribusi pada meningkatnya kelebihan kapasitas dan lonjakan ekspor di China yang mengancam akan merugikan pekerja, dunia usaha, dan masyarakat AS secara signifikan.

Baca juga: China diprediksi akan balas kebijakan AS "batasi" EV China

Baca juga: China kritik paket bantuan militer Amerika Serikat ke Taiwan

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Budi Suyanto
COPYRIGHT © ANTARA 2024