Kunming (ANTARA) - Yue Hao, pesepak bola tunanetra yang tidak dapat melihat bola maupun gawang dengan matanya, hanya mengandalkan imajinasi dan perasaannya berdasarkan latihan sehari-hari untuk mendapatkan persepsi tentang tata letak lapangan sepak bola.

Dengan menggunakan berbagai isyarat suara seperti "Voy", kata dalam bahasa Spanyol yang berarti "saya yang ambil", yang diteriakkan oleh pemain sepak bola tunanetra saat ingin mengejar bola untuk memberi tahu rekan-rekannya yang bermain sebagai bek atau penyerang, Yue menavigasi lapangan, mengoper bola ke rekan setimnya, mencetak gol, dan bahkan memandu pemain tunanetra lainnya dalam tim. Tiga tahun lalu, Yue juga berlaga di ajang olahraga tingkat nasional.

"Ketika saya berada di lapangan, suara menjadi mata saya," kata Yue (19), anggota tim sepak bola tunanetra tingkat provinsi dari Provinsi Yunnan, China barat daya, seraya menambahkan bahwa dia telah menjalani pelatihan sepak bola selama hampir lima tahun.

Lahir dan dibesarkan di daerah pedesaan di Kota Zhaotong, Yunnan, Yue mengalami penurunan penglihatan secara bertahap karena menderita penyakit mata bawaan selama masa pertumbuhannya. Pada usia lima tahun, penglihatannya menurun secara signifikan, membuatnya hampir buta.

Kendati demikian, kebutaan tidak merampas kegembiraan masa kecilnya. Pada usia sekitar enam atau tujuh tahun, Yue berkesempatan bermain "sepak bola" untuk pertama kalinya meski bukan dengan bola biasa. Sebagai gantinya, beberapa temannya mengempiskan bola basket dan menggunakannya untuk bermain sepak bola.

Sempat kehilangan minat bermain sepak bola karena gangguan penglihatan, segalanya mulai berubah bagi Yue pada 2019 saat dia direkomendasikan untuk bergabung dengan tim sepak bola tunanetra Yunnan karena kemampuan atletiknya.

"Pertama kali saya menendang bola sungguhan, rasanya berbeda dengan yang saya bayangkan. Saya dapat melacak bola karena mengeluarkan bunyi gemerincing (ini karena bola untuk tunanetra memiliki bola baja kecil di dalamnya yang mengeluarkan bunyi saat bergerak). Dan sebelumnya, saya kira sepak bola tunanetra hanya tentang mengoper bola bolak-balik, tanpa ada dribbling," ujarnya.

Selama bertahun-tahun, Yue tidak hanya menguasai keterampilan teknis melalui latihan, seperti mengoper dan menggiring bola, tetapi juga mengalami transformasi dalam dirinya.

"Saya tidak lagi memendam rasa putus asa terhadap masa depan, tidak lagi menghindar dari mengambil risiko, dan mulai merasa lebih optimistis. Saya menjadi lebih berani," tuturnya.

Pada 2021, Yue berkompetisi di National Games ke-14 China yang digelar di Provinsi Shaanxi, China barat laut, mewakili tim sepak bola tunanetra provinsi tersebut. Di masa depan, Yue bercita-cita dapat bergabung dengan tim nasional sepak bola tunanetra China.
 
   Para pemain sepak bola tunanetra mengikuti sesi latihan di Kunming, Provinsi Yunnan, Tiongkok barat daya, pada 22 Mei 2024. (Xinhua/Wang Anhaowei) 


Serupa dengan Yue, Zhu Dongqiong (25) juga memiliki perjalanan yang menginspirasi. Seorang mahasiswi tahun keempat di Sekolah Tinggi Pendidikan Khusus Universitas Changchun di Provinsi Jilin, China timur laut, Zhu merupakan anggota tim sepak bola tunanetra Provinsi Yunnan. 

Zhu bergabung dengan tim tersebut pada Maret tahun ini. "Ketika saya pertama kali menjejakkan kaki di lapangan dengan mata tertutup, saya tak berani berlari. Pada tahap awal latihan, saya kerap tersandung atau menabrak pembatas di sekitar lapangan," tuturnya.

Dengan bimbingan pelatih dan didampingi oleh rekan-rekan setimnya, sedikit demi sedikit dia pun mendapatkan keberanian untuk berlari di lapangan, tambahnya.

Selain sepak bola, Zhu juga telah mencoba olahraga lain seperti atletik dan ski lintas alam. "Dengan setiap usaha, berlari dan mengejar, saya berusaha keras untuk menjadi versi diri saya yang lebih baik," ujarnya.

Zhu mengambil jurusan terapi rehabilitasi di universitas. Sebelum terlibat dalam olahraga, satu-satunya kemungkinan masa depan yang dapat dia bayangkan adalah menjadi juru pijat.

Namun, keterlibatannya dalam olahraga telah membuahkan hasil yang patut mendapatkan pujian di berbagai kompetisi, yang membuka lebih banyak kemungkinan untuk kariernya di masa depan.

"Setelah terlibat dalam olahraga, saya menjadi lebih optimistis, dan kebugaran fisik saya meningkat," ujarnya.

Yue Jiankun, pelatih kepala tim sepak bola tunanetra Provinsi Yunnan yang juga guru pendidikan jasmani di sekolah tunanetra dan tunawicara di Kunming, telah mengajar kelas pendidikan jasmani dan mengadakan sesi pelatihan sepak bola tunanetra selama lebih dari 20 tahun. Dia juga membina delapan pemain sepak bola untuk tim sepak bola tunanetra nasional China.

"Saya kira olahraga memainkan peranan penting dalam rehabilitasi siswa. Baik secara fisik maupun psikologis, olahraga memiliki dampak yang besar," katanya. "Meskipun mencapai hasil yang ideal dalam kompetisi olahraga itu penting, kualitas seperti kekuatan, keberanian, optimisme, dan ketangguhan yang dikembangkan oleh siswa melalui partisipasi dalam olahraga memiliki dampak yang besar pada pertumbuhan mereka secara keseluruhan."



 

Pewarta: Xinhua
Editor: Desi Purnamawati
COPYRIGHT © ANTARA 2024