Tianjin (ANTARA) - Menggulung daun bambu menjadi bentuk seperti corong, mengisinya dengan ketan dan berbagai isian lainnya, kemudian mengikat semuanya dengan tali, Timothy Hutagaol berhasil membuat Zongzi yang lezat di bawah bimbingan tutor China.

"Membuat Zongzi merupakan pengalaman baru bagi saya, terbukti lebih sulit daripada membuat pangsit, tapi saya yakin Zongzi buatan sendiri rasanya sangat lezat," ujar Timothy, seorang mahasiswa asal Indonesia di Universitas Tianjin di Kota Tianjin, China utara.

Zongzi, penganan dari ketan yang juga dikenal dengan sebutan bacang di Indonesia, merupakan hidangan tradisional yang disantap oleh masyarakat China pada hari Festival Perahu Naga, yang tahun ini akan dirayakan pada 10 Juni.

Timothy merupakan satu dari 60 lebih pengajar dan mahasiswa internasional di Universitas Tianjin, yang berasal dari berbagai negara seperti Indonesia, Rusia, Pakistan, Nigeria, dan Mongolia, yang berpartisipasi dalam acara pembuatan Zongzi yang diselenggarakan oleh Fakultas Pendidikan Internasional di universitas tersebut pada Kamis (6/6).

"Zongzi dibuat untuk mengenang penyair patriotik terkenal China, Qu Yuan, yang juga seorang menteri Negara Chu selama Periode Negara-Negara Berperang (475-221 SM). Zongzi menyatakan harapan baik untuk keberuntungan dan kemakmuran," ujar Sun Shuo, seorang mahasiswa asal China di universitas tersebut. Sun menyoroti makna budaya Zongzi sembari memperagakan langkah-langkah pembuatannya kepada para peserta internasional.

Kini, orang-orang juga memasukkan berbagai isian lain, seperti kuning telur, selai kacang manis, dan daging babi, ke dalam Zongzi untuk memenuhi selera konsumen yang terus berkembang, tambah Sun.

Shishir Sharma, yang berasal dari Nepal, merupakan seorang pengajar di Fakultas Ilmu dan Teknologi Farmasi di Universitas Tianjin. Menetap di China selama hampir 10 tahun, Sharma menemukan banyak hidangan unik yang berkaitan dengan festival-festival tradisional China, yang merepresentasikan sejarah dan budaya China yang mendalam lewat keindahan serta cita rasa.

Sharma mengatakan dirinya benar-benar dapat merasakan dan memahami peringatan masyarakat China terhadap tokoh yang bijaksana itu dan aspirasi untuk kehidupan yang lebih baik saat memakan Zongzi.

"Makan bersama setelah bekerja memberikan cita rasa yang sangat nikmat," kata Mroivili Faouzia, seorang mahasiswa dari Komoro.

Selain membuat Zongzi, beragam kegiatan perayaan lainnya, seperti membuat sachet dan menganyam gelang lima warna, juga diadakan bagi para peserta internasional.

"Saya menyukai tradisi Festival Perahu Naga yang telah berusia ratusan tahun, yang mencerminkan romansa ala China," ujar seorang mahasiswi asal Rusia, Bitsaeva Liudmla, yang menggantungkan sachet buatannya sendiri di tas ranselnya. Dia juga sangat ingin berpartisipasi dalam balap perahu naga.

"Festival Perahu Naga merupakan festival China pertama yang dimasukkan ke dalam Daftar Warisan Budaya Takbenda UNESCO. Dengan menyelenggarakan acara ini, kami berharap dapat menawarkan pengalaman yang mendalam kepada teman-teman internasional tentang adat istiadat rakyat China, serta mendorong pertukaran budaya dan sikap saling memahami," ujar Li Qiang, dekan Fakultas Pendidikan Internasional di Universitas Tianjin.

Pewarta: Xinhua
Editor: Santoso
COPYRIGHT © ANTARA 2024