Jakarta (ANTARA) - Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Siti Ruhaini Dzuhayatin mengatakan rencana pembentukan Kementerian Haji masih perlu kajian karena sistem pengaturan atau penyelenggaraan jemaah haji Indonesia masih sangat baik.

"Itu saya dengar di KSP, tetapi tentu akan dikaji lebih lanjut untuk melihat apakah sistem ini bermasalah atau tidak. Hemat saya sih selama ini tidak ada masalah," ujar Ruhaini di kawasan Menteng, Jakarta, Senin.

Ruhaini mengatakan bahwa pengaturan haji di Indonesia cukup ideal, dalam hal ini Kementerian Agama tidak mengurus pembiayaan. Soal pembiayaan haji ini diatur oleh Badan Pengelolaan Keuangan Haji (BPKH) sebagai lembaga pemerintah yang bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri Agama.

"Haji ini bukan hanya semata-mata urusan ibadah, melainkan urusan pemindahan warga negara ke negara lain yang itu harus lewat negara, lewat pemerintah. Kementerian Agama sebagai pengelola administrasinya dan Kementerian Luar Negeri, demikian juga imigrasi," katanya.

Oleh karena itu, pengaturan haji tak sepenuhnya diurus Kementerian Agama. Pasalnya, masih ada Kementerian Luar Negeri dan Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia yang ikut mengurus haji.

Di sisi lain, Ruhaini tak mungkiri ada masalah kecil yang dihadapi jemaah haji Indonesia di Muzdalifah pada tahun 2023. Kendati demikian, kesalahannya bukan berada pada Indonesia, melainkan peraturan di Arab Saudi.

"Kita masih cukup bagus ya. Kalau nanti, apakah harus semacam itu? Karena selama ini Kementerian Agama cukup mampu untuk mengoordinasi dengan kementerian lainnya," jelas Ruhaini.

Ia menjelaskan bahwa negara yang memiliki sistem pemerintahan berlandaskan Islam sangat masuk akal bila memiliki Kementerian Haji daripada Kementerian Agama.

"Orang semuanya sudah Islam, kemudian ada kementerian tentang haji dan wakaf. Itu hanya kekhasan dari masing-masing dan kita tidak perlu kemudian mengadopsi negara lain karena kita mempunyai karakteristik dan sistem sendiri," tuturnya.

Baca juga: Ketua Komisi VIII DPR setujui usulan pembentukan Kementerian Haji
Baca juga: Aplikasi Kawal Haji permudah keluarga pantau calon haji dari jauh


Sebelumnya, Rabu (5/6), Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah mengusulkan pembentukan Kementerian Haji. Artinya, penyelenggaraan haji terpisah dari Kementerian Agama.

Said mengemukakan hal itu saat membicarakan pembangunan rumah sakit haji dan maktab di Arab Saudi. Usulan itu pernah disampaikan Komisi VIII DPR RI periode 2004—2009.

"Memang idealnya Kementerian Agama itu sendiri, Kementerian Haji sendiri. Akan tetapi, karena saya bukan pemenang, saya tidak berani," kata Said dalam raker dengan semua menteri koordinator di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu.

Ketua Komisi VIII DPR RI Ashabul Kahfi setuju dengan usulan mengenai pembentukan Kementerian Haji sehingga persoalan haji tidak menjadi hal yang diurus oleh Kementerian Agama.

"Pada prinsipnya, saya sangat setuju agar pengelolaan ibadah haji menjadi kebijakan politik yang langsung di bawah Presiden. Selama ini, haji hanya menjadi satu direktorat dari sebuah kementerian," kata Ashabul Kahfi dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis (6/6).

Kahfi menilai pembentukan Kementerian Haji merupakan ranah kebijakan politik. Dalam konteks hari ini, telah terjadi dualisme pengelolaan haji, yakni antara Kementerian Agama dan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).

"Dalam aspek kebijakan pelaksanaan ibadah haji menjadi ranah Kementerian Agama. Namun, pada aspek pengelolaan keuangan haji ada pada lembaga lain, yakni BPKH," tambah dia.

Meskipun menyetujui usulan pembentukan Kementerian Haji, Kahfi mengatakan hal tersebut harus dikaji secara komprehensif dalam berbagai aspeknya. Bahkan, dia memandang hal yang lebih mudah untuk dilakukan pemerintah adalah mengubah BPKH menjadi Kementerian Haji.

"Hal yang paling mudah adalah mengubah lembaga dalam bentuk Badan Pengelolaan Keuangan Haji menjadi sebuah Kementerian Haji," pungkasnya.

Pewarta: Narda Margaretha Sinambela
Editor: D.Dj. Kliwantoro
COPYRIGHT © ANTARA 2024