Solo (ANTARA) - Dinas Pertanian Ketahanan Pangan dan Perikanan (Dispangtan) Kota Surakarta mengobati sejumlah penyakit pada hewan kurban yang ditemukan pada kegiatan pemeriksaan di penampungan dan penjualan hewan Mojosongo Solo, Jawa Tengah.

"Dari hasil pemeriksaan ada yang kena penyakit LSD satu ekor namun tidak parah, selain itu ada yang kena scabies satu, dan kaskado satu ekor," kata Kepala Dispangtan Kota Surakarta
Eko Nugroho Isbandijarso di sela pemeriksaan hewan di Solo, Jawa Tengah, Senin.

Terkait penyakit tersebut, ia meminta pengelola tempat penampungan agar memisahkan hewan yang terkena penyakit dari hewan yang sehat.

"Dipisahkan agar tidak menular ke yang lain, sudah diobati, mudah-mudahan segera sembuh," katanya.

Sementara itu, dikatakannya, kegiatan tersebut dilakukan dalam rangka menyambut Idul Adha 1445 H.

Baca juga: Pemkot Surakarta tata TMP Kusuma Bhakti dengan dana hibah dari UEA

"Ini rutin setiap tahun kami melakukan pemeriksaan ke tempat-tempat penampungan. Kegiatan ini sudah dilakukan sejak tanggal 3 Juni dan akan berlangsung sampai dengan tanggal 17 Juni, ditambah Hari Tasyrik," katanya.

Secara umum, dikatakannya, rata-rata usia hewan sudah memenuhi syarat untuk hewan kurban yakni minimal berusia 2 tahun.

"Tim kami ada 60 orang. Untuk mengantisipasi penyakit menular, kami rutin vaksinasi baik PMK (penyakit mulut dan kuku) maupun LSD (penyakit kulit berbenjol). Selain itu juga ada pengobatan. Untuk disinfeksi juga terus dilakukan," katanya.

Salah satu pengelola tempat penampungan dan penjualan hewan MTA Mojosongo Yoyok Mugiyatno mengakui ada penurunan penjualan hewan kurban akibat PMK.

"Turunnya hampir 50 persen. Saat ini yang sudah terbeli ada 103 ekor sapi. Penurunan ini karena PMK, membuat sapi mengalami penurunan berat badan. Kalaupun sembuh beratnya turun," katanya.

Meski mengalami penurunan penjualan, dikatakannya, untuk harga jual sapi tidak mengalami kenaikan. Ia mengatakan saat ini sapi dijual dengan harga di kisaran Rp18-27 juta/ekor.

Ia mengatakan sapi yang banyak laku lebih banyak sapi Bali dibandingkan sapi lokal atau yang berasal dari Solo dan sekitarnya.

"Yang banyak dicari dari Bali, lebih banyak dagingnya, kecil tulangnya, dan lemak hampir nggak ada. Daging juga lebih keset, menurut pembeli begitu. Di sini sapi lokal hanya sepuluh ekor dan belum ada yang laku. Lebih banyak beli sapi Bali," katanya.

Baca juga: Pemkot Surakarta cek kesehatan ternak menjelang Idul Adha 1445 H

Baca juga: Pemkot Surakarta berharap Balekambang dibuka bulan ini

Baca juga: Kadin Surakarta siapkan SDM hadapi aglomerasi industri

 

Pewarta: Aris Wasita
Editor: Agus Salim
COPYRIGHT © ANTARA 2024