Jakarta (ANTARA) - Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) menilai keadilan biaya yang dibebankan kepada masing-masing calon haji menjadi kunci guna menjaga keberlanjutan keuangan haji.
 
"Hal yang harus dipahami adalah perlunya menjaga keberlanjutan keuangan haji. Saat ini nilai manfaat hasil investasi yang dihasilkan alokasinya masih lebih besar digunakan untuk mensubsidi jamaah yang berangkat saat ini," kata Anggota Badan Pelaksana BPKH Acep Jayaprawira dalam dialog Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) dengan tema "Mencari Solusi Biaya dan Masa Tunggu Haji" yang diikuti secara daring di Jakarta, Senin.
 
Acep mengungkapkan biaya haji Indonesia yang selama ini menjadi biaya terendah se-Asia Tenggara salah satunya merupakan hasil subsidi silang dan investasi dana haji.

Baca juga: Komnas Haji khawatir dana haji bakal habis akibat tren biaya meningkat
 
Ia melanjutkan rasio ideal subsidi adalah 70-30. Artinya, idealnya calon haji berangkat menanggung 70 persen dari Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH/Bipih) dan BPKH menanggung sisanya dari nilai manfaat.
 
"Sebagai contoh, jika biaya penyelenggaraan haji adalah Rp100 juta, maka calon haji akan membayar Rp70 juta bersumber dari setoran awal dan setoran lunas serta nilai manfaat dari virtual account masing-masing, Sehingga BPKH menanggung sisanya Rp30 juta," katanya.
 
Acep menyebutkan rasio penggunaan nilai manfaat terhadap biaya haji yang terjadi selama ini belum ideal. Sehingga keadilan dalam pendanaan haji belum terwujud secara utuh.

Baca juga: BPKH pastikan pengelolaan dana haji tidak memiliki risiko finansial
 
Ia menilai kualitas dan efisiensi penyelenggaraan haji yang lebih baik bisa tercapai dengan dukungan pendanaan yang memadai.
 
Di sisi lain, saat ini BPKH memiliki beberapa tantangan dalam mengelola dana haji, di antaranya masalah regulasi yang mengikat dan berdampak pada ruang gerak yang terbatas sehingga BPKH bertindak secara hati-hati dengan perhitungan yang matang.
 
"Menurut Pasal 53 UU Nomor 34 Tahun 2014, jika terjadi kerugian, pengurus BPKH harus menanggung secara bersama-sama atau istilahnya tanggung renteng, sehingga pilihan investasi yang dilakukan harus mengutamakan keamanan dana jamaah," tuturnya.

Baca juga: BPKH gelar "Risk Forum" bahas strategi mitigasi pengelolaan dana haji
 
Oleh karena itu, Acep menekankan perlunya revisi UU 34/2014 untuk memberikan fleksibilitas lebih besar kepada BPKH dalam mengelola investasi dan membentuk pencadangan kerugian.
 
"Tujuan utama kami adalah memastikan bahwa dana yang dikelola memberikan manfaat maksimal bagi jamaah haji dan umat Islam secara keseluruhan," kata Acep Jayaprawira.

Pewarta: Sean Filo Muhamad
Editor: Bambang Sutopo Hadi
COPYRIGHT © ANTARA 2024