Aimas (ANTARA) - Ketua Dewan Adat Malaumkarta Raya Spenger Malasamuk menyebutkan bahwa tradisi Egek merupakan salah satu tradisi lokal masyarakat adat Suku Moi, Kabupaten Sorong, Papua Barat Daya, untuk menjaga keseimbangan biota laut di wilayah itu.
 
"Jadi, Egek itu satu tradisi moyang kami yang masih diterapkan hingga saat ini, supaya kami bisa menjaga laut karena kami hidup dari kekayaan laut," kata dia di Sorong, Selasa.
 
Masyarakat adat Suku Moi merupakan salah satu suku Papua yang mendiami sebagian besar wilayah Kabupaten Sorong dan Kota Sorong, Provinsi Papua Barat Daya. Sama seperti suku lain di Papua, Suku Moi pun memiliki tradisi yang ikut berperan penting di dalam kehidupan mereka.
 
Menurut dia, tradisi Egek ini digunakan sebagai satu upaya menjaga keseimbangan biot laut, mencegah pengambilan hasil laut yang berlebihan, dan memberikan kesempatan bagi alam laut untuk membaharui kondisi sebelum diambil lagi.

Baca juga: Suku Moi mengawali Buka Egek dengan peluncuran perahu adat baru

"Ini merupakan cara terbaik dari Suku Moi melestarikan ekosistem laut," ujar dia.
 
Penerapan konservasi tradisional di dalam kehidupan Suku Moi, jauh sebelum adanya penerapan konsep konservasi hutan dan laut versi modern yang sedang berkembang saat ini. Masyarakat adat sudah terlebih dahulu mengenal dan menerapkan konservasi tradisional baik terhadap hutan maupun laut melalui tradisi Egek.
 
Penerapan Egek di kawasan laut ini sifatnya pemanfaatan terbatas, yakni masyarakat adat diberikan ruang dengan skala tertentu untuk mengambil hasil laut seperti lobster, udang, teripang, dan biota laut lainnya sesuai dengan kebutuhan.
 
"Ketika Egek dibuka, maka masyarakat berlomba untuk mengambil hasil laut dan itu biasanya berlangsung selama dua sampai tiga bulan," ujar dia.

Baca juga: Festival Egek komitmen pemerintah lestarikan budaya Suku Moi
 
Saat Egek kembali ditutup, aktivitas tangkap masyarakat dihentikan untuk sementara waktu. Pada saat itulah, laut diberikan kesempatan untuk meregenerasi kondisinya sebelum hasilnya diambil lagi.
 
"Jadi, saat Egek ditutup, masyarakat dilarang untuk mengambil hasil laut, tujuannya memberikan kesempatan bagi biota laut untuk hidup dan berkembang menjadi lebih banyak," ucap dia.
 
Dia menyebutkan kawasan Egek meliputi seluruh tanah adat di lima kampung di Distrik Makbon, yakni Malaumkarta, Suatolo, Suatut, Malagufuk, dan Mibi.
 
"Pada saat menangkap, masyarakat dilarang menggunakan alat tangkap modern, hanya dengan cara tangkap manual yakni memancing dan menyelam," kata dia.

Baca juga: Suku Moi peringati Hari Lingkungan Hidup Sedunia dengan Festival Egek
 
Selain itu, larangan lain yang telah diatur di dalam masyarakat adat Suku Moi adalah menggunakan bom ikan, karena dinilai akan merusak biota laut.

Pewarta: Yuvensius Lasa Banafanu
Editor: Bambang Sutopo Hadi
COPYRIGHT © ANTARA 2024