Berlin (ANTARA) - Tekanan politik terhadap Kanselir Jerman Olaf Scholz semakin besar setelah tiga partai koalisi pemerintah saat ini mengalami kekalahan besar dalam pemilihan umum (pemilu) Uni Eropa (UE) pada Minggu (9/6).

Seperti di sejumlah negara Eropa lainnya, partai-partai sayap kanan meraih kemenangan signifikan.

Partai Sosial Demokrat (SPD) yang dipimpin Scholz hanya menjadi partai terkuat ketiga dengan 13,9 persen suara. Partai Hijau, yang juga merupakan anggota koalisi pemerintah Jerman, terpuruk dengan perolehan suara 11,9 persen, turun drastis dari rekor perolehan suara 20,5 persen dari pemilu Eropa terakhir pada 2019.

Hasil tersebut merupakan "kekalahan yang pahit," kata pemimpin SPD Lars Klingbeil.

Partai itu kini akan menganalisis bagaimana hal ini bisa terjadi. "Saya rasa sudah sangat jelas bahwa ada banyak hal yang harus berubah," kata Klingbeil.
 
Partai konservatif Uni Kristen Demokrat (Christian Democratic Union/CDU) dan Uni Kristen Sosial (Christian Social Union/CSU) memperoleh 30 persen suara dalam pemilihan umum, menjadikan persatuan itu sebagai partai terkuat saat ini di Jerman.   Partai sayap kanan Alternatif untuk Jerman (AfD), yang juga meraih peningkatan dukungan dalam jajak pendapat sejak tahun lalu, juga menjadi pemenang pada Minggu malam waktu setempat, menempati peringkat kedua dengan 15,9 persen suara. Ketidakpuasan para pemilih terhadap pemerintah merupakan penyebab utama kebangkitan AfD.


Pemimpin CDU Friedrich Merz meminta pemerintah untuk segera mengubah arah demi kepentingan negara. Hasil pemilu UE itu merupakan "peringatan terakhir" bagi koalisi pemerintah sebelum pemilu nasional untuk majelis rendah parlemen Bundestag tahun depan, katanya.

Pemerintah Jerman telah kehilangan dukungan di kalangan masyarakat, kata pemimpin CSU Markus Soeder dalam sesi wawancara dengan RTL dan n-tv, yang menyerukan pelaksanaan "pemilu baru dan awal yang baru untuk negara kita sesegera mungkin."

Tidak seperti Presiden Prancis Emmanuel Macron, yang bereaksi segera setelah partainya mengalami kekalahan besar dan mengumumkan pemilu baru untuk Majelis Nasional pada awal Juni, Scholz tampaknya bertekad untuk mempertahankan kekuasaan.

Terlepas dari buruknya kinerja partai-partai yang berkuasa, pemilu baru belum dipertimbangkan "sama sekali," kata juru bicara pemerintah Steffen Hebestreit. Rencana yang akan dijalankan adalah tetap berpegang pada jadwal pemilu pada musim gugur 2025.
 
Partai sayap kanan Alternatif untuk Jerman (AfD), yang juga meraih peningkatan dukungan dalam jajak pendapat sejak tahun lalu, juga menjadi pemenang pada Minggu malam waktu setempat, menempati peringkat kedua dengan 15,9 persen suara. Ketidakpuasan para pemilih terhadap pemerintah merupakan penyebab utama kebangkitan AfD


Hasil pemilu partai ini "mencetak sejarah," kata Tino Chrupalla, salah satu pemimpin AfD. Dengan target mengikuti tiga pemilu negara bagian yang akan datang di Jerman timur pada September, Chrupalla menekankan bahwa AfD merupakan "kekuatan terbesar di timur dalam pemilu ini."

AfD percaya bahwa pemungutan suara ini merupakan mosi tidak percaya terhadap koalisi pemerintah saat ini. Jerman "mendepak" Scholz dan tiga partai yang memerintah, demikian diklaim oleh pemimpin AfD Alice Weidel pada platform media sosial X. 


 

Pewarta: Xinhua
Editor: Hanni Sofia
COPYRIGHT © ANTARA 2024