Jakarta (ANTARA) - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengajak produsen menjadikan sistem isi ulang (refill) sebagai model bisnis guna mengurangi penggunaan sampah plastik sekali pakai dan saset (sachet).

Hal ini disampaikan Kepala Sub Direktorat Barang dan Kemasan, Direktorat Pengurangan Sampah Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3 KLHK Ujang Solihin Sidik dalam diskusi "Refill Station: Berdayakan UMKM, Dorong Gaya Hidup Belanja Ramah Lingkungan" di Jakarta, Selasa.

Pemerintah mengajak bahkan mewajibkan produsen untuk mengurangi sampah. "Banyak cara, salah satunya dengan model bisnis baru yakni jualannya dengan cara refill," kata dia.

Baca juga: DKI siap adakan lagi Festival Ekonomi Sirkular 

Ujang mengatakan, sejumlah produk pembersih seperti untuk mencuci piring dan membersihkan lantai masih menggunakan kemasan saset yang sebenarnya sulit didaur ulang sehingga menjadi sampah.

"Karena yang jadi kemasan sabun pembersih seperti cuci piring, pembersih lantai itu 'multilayer plastic' atau plastik yang lentur. Itu salah satu jenis plastik yang sulit didaur ulang. Kalau sulit didaur ulang pilihannya menjadi sampah," katanya.

Karena itu, dia merujuk pada Peraturan Menteri LHK Nomor 75 tahun 2019 yang menyebutkan bahwa sistem isi ulang sebagai inovasi yang dapat digunakan untuk mengurangi dan mencegah sampah plastik dari hulu.

Sistem ini memiliki potensi untuk berkembang dan patut menjadi model bisnis yang diterapkan lebih banyak produsen guna mengurangi penggunaan plastik sekali pakai.

Baca juga: KLHK: Produsen wajib kurangi sampah plastik dari kemasan

Di sisi lain, sistem isi ulang juga penting bagi masyarakat untuk dijadikan sebagai gaya hidup karena menguntungkan dari sisi ekonomi.

"Gaya hidup belanja dengan model 'refill' dari sisi ekonomi pasti lebih murah. Ketika wadah dihilangkan pasti hemat. Yang kedua, dari sisi lingkungan, 'refill' ini enggak menghasilkan sampah karena bawa wadah dari rumah," ujar dia.

Dia mengatakan, pemahaman dan partisipasi masyarakat untuk menjalankan gaya hidup guna ulang dibutuhkan agar permasalahan sampah dapat diatasi secara lebih komprehensif.

Adapun terkait harga, Ketua Bank Sampah Melati di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Reza yang menjual tiga produk isi ulang, yakni cairan pembersih cuci piring, pembersih lantai dan pakaian, menyebut satu botol produk berukuran 450 ml dibanderol Rp13 ribu.

Sedangkan untuk ukuran 4,5 liter Rp65 ribu. "Kalau ada promo Rp10 ribu (untuk ukuran 450 ml)," kata dia.

Baca juga: Kesadaran warga memilah sampah kian meningkat di Jakarta

Sementara itu, bila merujuk salah satu lokapasar (marketplace), harga jual produk semisal pembersih lantai ukuran 450 ml sekitar Rp17 ribuan. Sedangkan untuk ukuran 4,5 liter sekitar Rp90 ribuan.

Produk dengan kemasan guna ulang tersebut didapatkan melalui sebuah proyek "TRANSFORM-Alner" yang antara lain digagas "start-up" penyedia sistem guna ulang kemasan produk konsumsi (FMCG) bersama perusahaan swasta.

Proyek ini melibatkan pegiat Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) berbasis komunitas dan konvensional seperti toko atau warung dan bank sampah, sebagai pengecer dan pengumpul sistem kemasan guna ulang.

Terkait pengurangan kemasan plastik sekali pakai, distribusi produk isi ulang melalui proyek yang diadakan selama satu tahun, bisa mengurangi sekitar 4.412 kilogram (kg) kemasan plastik baru.

Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Sri Muryono
COPYRIGHT © ANTARA 2024